SAUH BAGI JIWA
“…siapkanlah sebuah kereta baru dengan dua ekor lembu yang menyusui, yang belum pernah kena kuk, pasanglah kedua lembu itu pada kereta…” ( 1 Samuel 6:7)
“…siapkanlah sebuah kereta baru dengan dua ekor lembu yang menyusui, yang belum pernah kena kuk, pasanglah kedua lembu itu pada kereta…” (
Dalam sejarah bangsa Israel, orang-orang Filistin pernah merampas tabut Allah dan menaruhnya di kuil Dagon. Tetapi, tampaklah Dagon itu terjatuh dengan mukanya sampai ke tanah di hadapan tabut Tuhan. Maka gemparlah kota itu dan akhirnya mereka memindahkan tabut tersebut dari satu kota ke kota lain. Sampai akhirnya mereka memutuskan untuk mengembalikan tabut Allah ke tangan orang Israel menggunakan dua ekor lembu yang menyusui yang belum pernah kena kuk (1Sam 6:7). Dari kejauhan mereka memantau. Jika berjalan lurus tanpa menguak, maka: “Dialah itu yang telah mendatangkan malapetaka yang hebat ini kepada kita,” para imam dan para petenung Filistin mengakui (1 Sam 6:9).
Sesungguhnya para imam dan petenung Filistin sedang menguji, apakah bencana yang mereka terima itu sungguh berasal dari Tuhan Allah orang Israel. Maka mereka mengantarkan tabut Tuhan melalui dua lembu betina dewasa yang belum pernah kena kuk—yang secara alamiah, mereka akan menolak untuk menarik kuk karena tidak terbiasa.
Kedua lembu dipasangkan kuk—yaitu balok yang dipasangkan ke bagian leher binatang yang diikatkan pada bajak atau kereta untuk kemudian ditarik. Jika lembu menolak, artinya bencana yang mereka alami bukan dari Tuhan Allah orang Israel, hanya kebetulan belaka. Namun, pada kenyataannya, kedua lembu itu taat memikul tabut Tuhan yang diletakkan di atas kereta baru yang terikat dengan kuk mereka.
Apa pengajaran yang dapat kita ambil dari kedua lembu tersebut? Dalam Perjanjian Baru, Tuhan Yesus pernah memberikan suatu pengajaran dengan sebuah perumpamaan, yaitu: Perjalanan kerohanian kita ibarat sedang memikul kuk yang dipasangkan oleh Tuhan Yesus. Namun, Tuhan Yesus menekankan bahwa kuk yang Ia pasangkan pada kita itu enak dan ringan (Mat. 11:29-30).
Seperti halnya kedua lembu menyusui yang tidak terbiasa memikul kuk, umumnya akan menolak dan memberontak; pada hari ini, kita—sebelum mengenal Tuhan—telah lahir dalam dosa dan sudah terbiasa dengannya. Maka, saat dikenalkan pada kuk Tuhan—pengajaran-pengajaran maupun kebenaran-kebenaran yang disampaikan Tuhan Yesus, terdapat hal-hal yang berlawanan dengan hawa nafsu duniawi, sehingga kita merasa tidak biasa dan tidak nyaman.
Namun, rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Galatia menegaskan bahwa semua kebiasaan duniawi dalam dosa tersebut adalah kuk perhambaan dalam kedagingan (Gal. 4:23, 5:1). Sesungguhnya, kuk dari Tuhan adalah kuk yang memerdekakan kita dari jerat dosa dan maut!
Saat kita belajar kepada Tuhan Yesus untuk memikul kuk-Nya, maka kita akan menyadari bahwa kuk tersebut enak dan ringan; sehingga kita dapat menjalani kehidupan rohani dalam ketaatan iman. Seperti halnya kuasa Tuhan yang memimpin agar kedua lembu yang tidak pernah kena kuk justru dapat begitu taat memikul kereta yang membawa tabut Tuhan; kuasa Roh Kudus Tuhan pun pada hari ini dapat memberikan kita kekuatan untuk bergumul melawan keinginan daging. Jiwa kita pun tidak akan menguak lagi seperti saat berada dalam kuk perhambaan dosa, melainkan kita dapat berjalan lurus tidak menyimpang ke kiri atau ke kanan, berada di dalam jalan Tuhan.