SAUH BAGI JIWA
“ Tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu..”
(Matius 5 : 24)
“ Tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu..”
(Matius 5 : 24)
Setiap orang tentunya ingin hidup damai dengan semua orang. Namun, terkadang gesekan dapat terjadi dalam kehidupan kita. Ketika konflik yang terjadi dibiarkan berlarut-larut dan tidak segera diselesaikan, tentunya hal ini dapat membuat kedua belah pihak menjadi bermusuhan. Tidak ada yang mau mengalah ataupun meminta maaf. Kedua belah pihak terus saling menyakiti satu sama lain. Kemarahan pun terus disimpan di dalam hati. Dan akhirnya, membuka pintu yang sangat lebar bagi si iblis untuk menjatuhkannya ke dalam dosa.
Kain, karena persembahan Habel, adiknya, diindahkan oleh Tuhan, sedangkan persembahannya tidak diindahkan oleh Tuhan, hatinya menjadi sangat panas. Tuhan telah memperingatkan dirinya, “…jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya.” Namun Kain tidak bisa menguasai dirinya dan terus membiarkan kemarahan itu berkobar-kobar di dalam hatinya. Akhirnya, Kain pun membunuh adiknya, Habel, dan harus menerima hukuman dari Tuhan.
Dalam keadaan emosi, tentunya kita tidak dapat berpikir dengan jernih. Hal ini dipahami dengan baik oleh Paulus sehingga ia mengingatkan kepada jemaat di Efesus, “Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis.” (Ef. 4:26). Ketika kita menjadi marah, kita perlu sesegera mungkin meredakan kemarahan kita dan berdamai dengan orang tersebut.
Demikianlah Tuhan Yesus juga menasihatkan, yakni ketika kita hendak memberikan persembahan dan teringat ada masalah yang belum terselesaikan dengan saudara kita, maka berdamailah dahulu dengan saudara kita itu, kemudian barulah kita kembali untuk mempersembahkan persembahan itu kepada Tuhan. Karena, tidak ada gunanya kita memohon pengampunan dari Tuhan, apabila diri kita sendiri tidak mau mengampuni orang lain. Seperti yang pernah dikatakan oleh Tuhan Yesus, “Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.” (Mat. 6:15)
Esau menjadi sangat marah karena merasa Yakub telah merampas berkat yang seharusnya diberikan ayahnya, Ishak, kepadanya. Dalam kemarahannya, dia pun ingin membunuh Yakub sehingga Yakub harus melarikan diri. Walau demikian, akhirnya ketika Esau bertemu kembali dengan Yakub, dia bisa memaafkannya. Mereka pun saling berpelukan dan bertangis-tangisan. Dan kembali hidup dalam damai. Bukankah sungguh indah?
Hari ini, hendaklah kita bisa berdamai dengan saudara kita. Jika saudara kita bersalah, biarlah kita boleh mengampuninya, dan jika kita bersalah terhadap saudara kita, biarlah kita boleh meminta maaf kepada mereka. Mohon Tuhan untuk membantu kita, sehingga kita bisa menjadi garam dan terang dunia. Haleluya!