SAUH BAGI JIWA
“ Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang“ Matius 5 : 13
“ Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang“ Matius 5 : 13
Kita patut bersyukur bahwa negara Indonesia memiliki sumber kekayaan alam yang luar biasa. Salah satunya adalah laut, di mana dari laut kita bisa mendapatkan garam. Sekitar 70 persen wilayah Indonesia ditutupi oleh hamparan laut yang begitu luasnya. Karena itu, cukup mudah bagi kita untuk mendapatkan garam.
Garam memiliki banyak kegunaan. Salah satunya, kita dapat menggunakan garam untuk mengawetkan makanan. Dengan mengoleskan garam, sebuah makanan menjadi lebih tahan lama dan tidak cepat menjadi busuk.
Demikianlah Tuhan Yesus menggunakan garam yang dapat mengawetkan ini, untuk melukiskan kehidupan orang percaya. “Kamu adalah garam dunia.” Tuhan Yesus menghendaki kita semua menjadi orang-orang yang bisa mempertahankan nilai moral di dalam masyarakat. Walaupun zaman terus berubah dan nilai moral semakin merosot, sebagai orang percaya, kita perlu tetap menjaga standar moral kita di hadapan Allah dan tidak terbawa arus dunia.
Menjelang akhir zaman, karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin (Mat. 24:12). Namun sebagai garam dunia, perkataan dan perbuatan kita tidak boleh ikut menjadi dingin. Seperti dikatakan Paulus kepada jemaat di Kolose, “Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar” atau dalam terjemahan bahasa Inggrisnya, “dibumbui dengan garam” (Kol. 4:6a).
Tuhan Yesus kemudian melanjutkan perkataan-Nya, “Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang.” Bagaimanakah garam bisa menjadi tawar? Garam yang dimaksud di sini berbeda jenisnya dengan garam yang biasa kita pakai. Pada masa itu, orang Yahudi menggunakan garam berbentuk batu-batuan, baik dari Laut Mati ataupun dari Bukit Garam. Setelah digunakan berulang kali, lapisan garam dari batu tersebut lama-kelamaan akan semakin terkikis. Setelah menjadi hambar, maka batu tersebut pun akan dibuang karena sudah tidak bisa memberikan rasa asin lagi.
Demikianlah kita sebagai garam dunia juga dapat menjadi tawar. Yaitu apabila kita hidup mengikuti pola pikir dan gaya hidup seperti orang dunia. Perkataan dan perbuatan kita tidak lagi ada bedanya dengan orang-orang yang tidak mengenal Allah.
Hari ini, marilah kita renungkan bagaimana perkataan dan perbuatan kita sebagai orang percaya. Biarlah kita boleh terus mempertahankan diri kita dari kebobrokan dunia dan hidup sebagai orang-orang yang menjaga standar moral Allah di dalam masyarakat. Dengan demikian, kita adalah garam dunia. Haleluya!