SAUH BAGI JIWA
“Murid yang duduk dekat Yesus itu berpaling dan berkata kepada-Nya: ‘Tuhan, siapakah itu?’ Jawab Yesus: ‘Dialah itu, yang kepadanya Aku akan memberikan roti, sesudah Aku mencelupkannya.’ Sesudah berkata demikian Ia mengambil roti, mencelupkannya dan memberikannya kepada Yudas, anak Simon Iskariot”
“Murid yang duduk dekat Yesus itu berpaling dan berkata kepada-Nya: ‘Tuhan, siapakah itu?’ Jawab Yesus: ‘Dialah itu, yang kepadanya Aku akan memberikan roti, sesudah Aku mencelupkannya.’ Sesudah berkata demikian Ia mengambil roti, mencelupkannya dan memberikannya kepada Yudas, anak Simon Iskariot”
Pada kesempatan yang lalu, kita telah membahas tentang indikasi awal dari kondisi “mati rasa” yang dialami oleh Yudas Iskariot. Saat itu Tuhan Yesus berkata bahwa ada seorang di antara murid-murid yang akan menyerahkan Dia. Sementara murid-murid lain saling memandang dan kebingungan karena tidak mengerti maksud perkataan Tuhan, Yudas tidak bereaksi sama sekali yang menunjukkan bahwa ia merasakan teguran itu sedang diarahkan kepadanya.
Karena itu, Tuhan Yesus menegur Yudas untuk kedua kalinya. Kali ini, teguran ini sangat spesifik ditujukan kepadanya. Mari kita melihat bersama-sama dalam Yohanes 13:26. Ketika murid-murid saling memandang dan ragu-ragu siapa yang dimaksud Tuhan, Yesus menjawab: “Dialah itu, yang kepadanya Aku akan memberikan roti, sesudah Aku mencelupkannya.” Sesudah berkata demikian Ia mengambil roti, mencelupkannya dan memberikannya kepada Yudas, anak Simon Iskariot.
Makna apa yang bisa kita lihat dari tindakan Tuhan Yesus ini?
Cara Tuhan menegur sangatlah mengharukan. Tuhan tidak langsung berkata dengan amarah, “Inilah orangnya” sambil menunjuk Yudas. Ia bisa menegur dengan keras atau mempermalukan Yudas di hadapan murid-murid yang lain dengan berkata bahwa inilah si penjahat yang akan berkhianat itu.
Namun Tuhan Yesus menegur dengan kasih. Ia mengambil roti, mencelupkannya dan memberikannya kepada Yudas. Di dalam kebiasaan orang Yahudi, tindakan ini dilakukan untuk menghormati tamu yang diundang untuk makan bersama. Jika kita adalah Yudas Iskariot, bagaimana reaksi kita terhadap teguran Tuhan dengan cara yang mengharukan ini? Kali ini, kita tidak bisa mengelak. Dengan jelas kita mengetahui bahwa perkataan Tuhan itu ditujukan kepada kita.
Hingga di titik terakhir, terhadap murid yang akan mengkhianati Dia, Tuhan pun masih menunjukkan kasih-Nya. Teguran yang begitu lembut sehingga murid-murid lain pun sampai tidak menyadarinya. Tetapi hal yang sangat disayangkan adalah hati Yudas sama sekali tidak tergerak. Di ayat 27, Yudas menerima roti itu, dan setelah ia menerimanya, ia kerasukan Iblis. Inilah titik yang memastikan bahwa rohani Yudas telah betul-betul mati.
Karena itu, Tuhan Yesus berkata: “Apa yang hendak kauperbuat, perbuatlah dengan segera.” Ini adalah akhir yang sungguh tragis. Tuhan Yesus telah memberikan kesempatan terakhir kepada Yudas untuk bertobat. Tetapi sungguh disayangkan, karena hatinya sudah mati, Yudas tidak bisa lagi merasakan getaran meskipun tindakan Tuhan untuk menegurnya itu sungguh mengharukan.
Pada hari ini, apabila kita mendengarkan firman Tuhan, masihkah hati kita bisa merasa terharu, tersentuh, atau bahkan tertusuk karena merasa Tuhan dengan jelas sedang berbicara kepada kita? Sebaliknya, apakah kita tidak merasakan apa-apa? Bahkan, ketika kita merasa tertusuk oleh teguran Tuhan, kita justru menjadi marah dan meninggalkan Tuhan?
Orang-orang di sekeliling kita, bahkan yang terdekat dengan kita sekalipun mungkin tidak mengerti teguran Tuhan kepada kita. Seperti halnya murid-murid yang lain, mereka tidak mengetahui tentang siapa Tuhan Yesus sedang berkata-kata. Dosa yang ada di hati kita mungkin tertutup rapat di mata orang-orang di sekitar kita. Namun Tuhan Yesus mengetahui dengan jelas isi hati kita.
Satu hal yang harus kita ingat adalah Allah bukanlah Bapa yang senang menghukum anak-anakNya yang jatuh dan berbuat kesalahan. Ia berulang-ulang menegur kita dengan kasih, berharap agar kita bisa menyadari kesalahan kita dan bertobat agar tidak binasa karena ditelan oleh si Iblis.
Hari ini, ketika Tuhan menegur kita, hati-Nya masih bergolak. Ia sedang menunggu kita untuk berbalik hingga saat yang terakhir. Bersyukurlah jika pada hari ini hati kita masih bisa merasakan teguran Tuhan yang penuh kasih itu. Sebaliknya, jika kita merasa baik-baik saja bahkan ketika hati kita sudah mulai dikuasai Iblis, hati-hatilah karena mungkin saja rohani kita sudah mulai mengalami mati rasa. Segeralah memohon ampun dan bertobat selama pintu anugerah Tuhan masih terbuka untuk kita.