SAUH BAGI JIWA
“Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang , dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia.”
(Pengkotbah 5:10)
“Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang , dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia.”
(Pengkotbah 5:10)
Uang dalam Ilmu Ekonomi didefinisikan sebagai alat tukar yang diterima secara umum dalam proses pertukaran barang dan jasa. Uang juga merupakan suatu benda untuk mengukur nilai, menukar dan melakukan pembayaran atas pembelian barang dan jasa.
Manusia membutuhkan uang selama tinggal dan hidup di dunia. Tanpa uang, manusia tidak dapat hidup. Untuk memenuhi kebutuhan manusia, uang diperlukan agar kehidupan dapat berlangsung.
Manusia perlu bekerja sepanjang hidupya untuk memenuhi kebutuhan jasmani, baik dirinya maupun keluarganya. Namun, jika hidup kita hanya memburu uang, kita akan terus merasa tidak puas dan tidak bersyukur. Penulis kitab Pengkotbah menekankan agar kita jangan mencintai uang dan kekayaan sehingga terus memburunya.
Manusia juga sering menggunakan uang untuk menilai satu sama lain. Orang-orang lebih memilih mempunyai uang daripada tidak. Banyak orang akan mendengarkan dan menghormati orang kaya, walaupun ucapan mereka seringkali tidak benar. Karena cinta uang, Yudas Iskariot mengkhianati Tuhan Yesus.
Cinta uang juga bisa mengubah gaya hidup manusia. Manusia tidak lagi mengejar pemenuhan kehidupan rohaninya. Hati dan pikirannya tidak lagi ditujukan kepada Tuhan, tetapi uanglah yang menjadi segala-segalanya. Firman Tuhan berkata, “Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” (Mat. 6:24)
Keinginan yang semakin banyak, terutama karena segala kemewahan yang ditawarkan oleh dunia, membuat manusia menjadi semakin merasa tidak puas dalam kehidupannya. Manusia menjadi cinta uang dan mencurahkan seluruh hidupnya untuk memburu dan mengejar uang. Uang bukan hanya dicari untuk memenuhi kebutuhan hidup, melainkan untuk memuaskan kenikmatan hidup, yaitu keinginan mata, keinginan daging, dan keangkuhan hidup. Jika demikian, maka setiap hari kita akan merasa tidak cukup dengan uang yang dimiliki. Kita selalu ingin lebih dan lebih lagi.
Apakah kita mau menghambakan diri kepada Mamon? Tentu tidak. Firman Tuhan menasehatkan kepada kita, “Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah.” (1Tim. 6:8)
Akhir hidup setiap manusia adalah kematian. Saat kematian datang, siap atau tidak siap kita harus menerimanya. Saat kematian menghampiri, harta yang kita timbun tidak berguna. Jika sepanjang hidup kita hanya mencintai uang dan menimbun kekayaan, setelah kita meninggal, semuanya itu akan ditinggalkan dan dinikmati oleh generasi setelah kita.
Berkat yang kita terima semuanya adalah pemberian Tuhan. Jika kita hanya mencintai uang dan kekayaan, dan mulai melupakan Tuhan, hal ini akan mendukakan Tuhan. Sebagai anak-anak Allah, kita harus bijak menggunakan harta yang dititipkan Tuhan kepada kita. Tuhan adalah pemilik sesungguhnya. Kita hanyalah pengelola harta yang dititipkan selama kita hidup di dunia. Pada akhirnya kita harus mempertanggungjawabkan tugas pengelolaan itu kepada Tuhan.