SAUH BAGI JIWA
“Lihatlah, hai orang-orang yang rendah hati, dan bersukacitalah; kamu yang mencari Allah, biarlah hatimu hidup kembali!”
“Lihatlah, hai orang-orang yang rendah hati, dan bersukacitalah; kamu yang mencari Allah, biarlah hatimu hidup kembali!”
Yosafat adalah anak dari Asa, raja Yehuda. Dia adalah seorang raja yang rendah hati. Kita dapat melihat kerendahan hatinya melalui beberapa peristiwa berikut ini.
Pertama, ketika Ahab, raja Israel, mengajak Yosafat untuk merebut kembali Ramot-Gilead dari tangan raja negeri Aram. Yosafat tidak serta-merta menyetujui usul tersebut, melainkan dia ingin bertanya lebih dahulu kepada Tuhan. Dia juga lebih mempercayai perkataan nabi Tuhan, yaitu Mikha, daripada perkataan nabi-nabi Ahab.
Kedua, ketika Yoram, raja Israel, mengajak Yosafat untuk memerangi orang Moab. Yosafat kembali meminta petunjuk dari Allah melalui nabi Elisa sebelum maju berperang.
Ketiga, ketika bani Moab dan bani Amon bersekutu untuk melawan Israel. Pada waktu itu Yosafat merasa sangat cemas dan ketakutan sebab bani Moab dan bani Amon yang bersekutu juga dengan bani Edom merupakan sebuah laskar yang besar. Dia merasa tidak mampu menghadapi mereka dan memutuskan untuk mencari Tuhan, bahkan dia menyerukan kepada seluruh orang Yehuda berpuasa untuk meminta pertolongan dari Tuhan. Dalam doanya, dia mengakui kekuasaan, keperkasaan, dan kedaulatan Allah dan juga ketidakberdayaannya menghadapi laskar yang besar itu. Oleh karena itu dia dan segenap orang Yehuda sangat mengandalkan pertolongan Tuhan.
Walaupun Yosafat adalah seorang raja, tetapi dia mau merendahkan diri di hadapan Tuhan dan mencari petunjuk dari Tuhan. Dia menyadari bahwa tanpa Tuhan, dia bukan siapa-siapa. Ketika menghadapi masalah atau harus membuat keputusan, dia selalu bertanya kepada Tuhan lebih dahulu sebelum bertindak. Dia percaya sepenuhnya kepada Tuhan dan mau menuruti kehendak Tuhan karena dia tahu bahwa segala sesuatu ada di bawah kendali Tuhan.
Lalu bagaimana dengan kita? Bagaimana reaksi kita dalam keadaan krisis dan harus segera membuat keputusan? Belajarlah seperti raja Yosafat, yang selalu mencari dan meminta petunjuk dari Tuhan sebelum membuat keputusan. Sertakan Tuhan selalu dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Jangan bertindak sendiri, seolah-olah kita lebih tahu dari Tuhan. Baik dalam perkara-perkara besar maupun dalam perkara-perkara sederhana, libatkanlah Tuhan di dalamnya, agar kita dapat menyelesaikan semuanya dengan baik.
Ketika kita merasa tidak berdaya atau tidak mampu melakukan sesuatu, mintalah hikmat dan pertolongan dari Tuhan; juga pada saat kita bingung untuk memilih jurusan atau universitas atau ketika kita ragu apakah harus tetap bekerja di suatu perusahaan atau pindah ke tempat lain, dan lain sebagainya. Bukan hanya untuk hal-hal sekuler, namun juga untuk hal-hal yang rohani, seperti saat akan melakukan pemilihan pengurus baru atau rencana untuk membeli tanah atau gedung baru. Sebelum kita membuat keputusan, kita harus mendoakannya terlebih dulu: Apa pendapat Tuhan mengenai rencana-rencana kita itu? Apakah Dia berkenan atau tidak? Jangan memaksakan kehendak kita sendiri. Tuhan tahu yang terbaik.
Jika Yosafat yang kedudukannya begitu tinggi saja mau merendahkan diri di hadapan Tuhan, apalagi kita? Tanpa Tuhan, kita tidak dapat berbuat apa-apa. Sebab segala sesuatu yang terjadi dan kita peroleh merupakan kasih karunia Tuhan atas kita. Jadi kita harus menuruti Dia jika kita ingin memperoleh hasil yang baik dan memuaskan seperti yang dialami oleh Yosafat.
Satu hal lagi yang tidak boleh dilupakan adalah mengucap syukur atas pertolongan Tuhan seperti yang juga dilakukan oleh Yosafat. Pujilah Tuhan dan mengucap syukurlah, sebab hanya Dialah yang layak untuk dipuji dan ditinggikan!