SAUH BAGI JIWA
“Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga”
“Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga”
Setelah Yesus mengajar dan menyembuhkan banyak orang, semakin banyak pula orang yang mengikuti Dia. Maka naiklah Ia ke atas bukit dan mulai berbicara kepada murid-muridNya. Yesus memulai khotbah di bukit dengan berkata: “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah karena merekalah yang empunya kerajaan sorga.”
Apa artinya berbahagia? Seperti tertulis di dalam Mazmur 1:1-2, “Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat Tuhan, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.” Jika kita melakukan hal-hal tersebut, Tuhan akan melimpahkan berkat-Nya, yaitu kebahagiaan kepada kita.
Bagaimana dengan perkataan Tuhan mengenai miskin di hadapan Allah ? Miskin artinya tidak mempunyai apa-apa, tidak mempunyai pengaruh atau kuasa. Orang yang miskin hidupnya bergantung pada belas kasihan orang lain. Kemiskinan bisa memiliki dua makna, yaitu miskin secara materi dan miskin secara rohani.
Ada contoh di Alkitab yang menceritakan tentang seorang miskin secara jasmani bernama Lazarus namun ditinggikan oleh Tuhan. Kemudian contoh miskin secara rohani adalah jemaat di Laodikia. Hal yang dikehendaki Allah adalah kita merasa miskin di hadapan Allah. Artinya, kita merasa tidak mempunyai apa-apa di hadapan Allah, orang yang hina dan tidak layak di hadapan Allah sehingga hidup kita selalu bergantung kepada-Nya.
Di dalam Lukas 18:9-14 dituliskan tentang orang Farisi dan pemungut cukai yang sama-sama berdoa di Bait Allah. Namun sikap doa mereka sangat berbeda. Dalam Alkitab terjemahan Bahasa Inggris tertulis: “Blessed are the poor in spirit: for theirs is the kingdom of heaven.” Jadi arti kata miskin di dalam Matius 5:3 ini terkait dengan hal yang rohani, atau dengan kata lain adalah merasa miskin di hadapan Allah.
Mengapa orang-orang demikian dikatakan sebagai yang mempunyai kerajaan surga? Kerajaan surga adalah tempat kediaman Allah dan tempah Allah memerintah. Di sana umat-Nya juga akan tinggal (Yoh. 14:3). Seseorang dapat masuk ke dalam kerajaan surga bukan hanya karena melakukan perbuatan baik, tetapi mereka yang melakukan kehendak Bapa (Mat. 7:21).
Nilai-nilai kerajaan surga seringkali berbeda dengan prinsip-prinsip yang diajarkan dunia. Misalnya, dunia mengajarkan bahwa orang yang berbahagia adalah mereka yang kaya-raya dan dapat membeli atau memiliki apapun diingini. Namun benarkah itu kebahagiaan yang sesungguhnya?
Surat Roma 14:17 tertulis, “Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus.” Kerajaan surga tidak tergantung pada makanan dan minuman yang kita beli, apakah itu mewah atau sederhana, melainkan tentang kebenaran. Itulah yang seharusnya menjadi nilai yang paling utama di dalam kehidupan kita. Kebenaran itu artinya kita memahami segala sesuatu yang diajarkan Tuhan Yesus dan menjalankannya di dalam kehidupan nyata. Dengan demikian kita hidup di dalam kebenaran dan tidak berada di bawah kuasa dosa.
Marilah kita renungkan apakah sikap hidup kita sudah menunjukkan bahwa kita merasa miskin di hadapan Allah sehingga kita bisa kelak memiliki kerajaan surga? Kita percaya kebahagiaan yang sejati hanya berasal dari Tuhan saja. Kiranya dengan tuntunan-Nya, kita dapat memahami kebenaran yang berasal dari Dia agar kerajaan sorga dapat kita miliki.