SAUH BAGI JIWA
“Ujilah aku, ya TUHAN, dan cobalah aku; selidikilah batinku dan hatiku.” (Mzm. 26:2)
“Ujilah aku, ya TUHAN, dan cobalah aku; selidikilah batinku dan hatiku.” (Mzm. 26:2)
Cerita rakyat karangan Aesop berjudul ‘Angin Utara dan Matahari’, mengisahkan pertandingan antara angin utara dan matahari untuk membuat seorang pengembara melepaskan jubahnya. Angin utara merasa, dia akan mampu menerbangkan jubah itu dengan terus menerus menghembuskan angin kencang kepadanya, tetapi yang terjadi adalah, semakin kencang ia meniup, semakin erat orang itu mendekap jubahnya. Giliran matahari yang tampil dengan wajah cerahnya, suhu udara terus naik, orang itu dengan sendirinya lalu melepaskan jubahnya.
Pada zaman Kerajaan Romawi, para kaisar memperlakukan umat Kristen laksana angin utara itu. Mereka beranggapan, asalkan terus menerus meniupkan angin penganiayaan, umat Kristen pasti akan melepaskan keyakinannya. Tidak mereka sangka, ternyata sangat banyak umat Kristen yang rela mati demi iman; semakin mereka ditindas, semakin berani mereka memberitakan Injil, sehingga semakin luas tersebar Injil Tuhan.
Sebaliknya hari ini di mana orang bebas beragama, orang laksana berada di bawah terang matahari, tanpa sadar lalu melepaskan jubahnya. Laksana umat Kristen yang tidak waspada, dengan begitu saja meninggalkan iman kepercayaan yang murni warisan nenek moyangnya, dan menanggalkan perlengkapan senjata rohaninya.
Dalam cerita rakyat itu, angin utara semakin kencang meniup, semakin erat orang itu memegang jubahnya. Sedangkan matahari yang menghangatkan bumi, membuat orang itu otomatis menanggalkan jubahnya. Zaman modern sekarang yang makmur dan segalanya serba mudah, adalah laksana matahari yang membuat umat Kristen tenggelam dalam kenikmatan dunia, dengan sendirinya mereka melepaskan senjata rohani mereka.
Karena itu hai anak-anak Allah, jangan lagi mengeluh akan ujian dari Allah, jangan lagi menghindar dari pemurnian dari Allah. Baik pengujian maupun pemurnian adalah laksana angin utara yang kencang dan berguna buat kita. Hidup yang aman, nyaman, nikmat, lancar, adalah laksana sinar matahari yang lembut, membuat orang menjadi santai, mengendurkan imannya sehingga mudah jatuh ke dalam pencobaan dosa dan binasa. Bila kita mau belajar kepada Ayub, sewaktu menghadapi kesengsaraan bagai angin utara, dia tidak takut dan tidak menghindar, hanya menatap tangan Allah yang kuat kuasa, maka mungkin kita akan menjadi lebih berani sewaktu mengalami pengujian dan pemurnian dari Allah.
Ketika orang Syeba tiba-tiba datang menyerang dengan pedang, ketika api menyambar dari langit, ketika pasukan orang-orang Kasdim datang menyerbu, ketika tiba-tiba angin ribut bertiup dari seberang padang gurun merobohkan rumah mematikan semua anak-anaknya, ketika dia ditimpa dengan barah yang busuk dari telapak kakinya sampai ke batu kepalanya, Ayub selalu melihat Allah yang tidak pernah meninggalkan dia. Semua malapetaka bagai angin utara itu, membuat Ayub semakin erat memegang Allah, sehingga dia sama sekali tidak takut tidak mundur, sama sekali tidak mengeluh kepada Allah.
Apabila kita dapat bersikap seperti Ayub dalam menghadapi kesusahan, niscaya Allah akan mendapat kemuliaan dalam melawan Iblis, kita pun akan segera terlepas dari sengsara.
“Morning sun” by www.ownwayphotography.com is licensed under CC BY