SAUH BAGI JIWA
“Barangsiapa berbuat kesalahan, ia akan menanggung kesalahannya itu, karena Tuhan tidak memandang orang.” (Kol. 3:25)
“Barangsiapa berbuat kesalahan, ia akan menanggung kesalahannya itu, karena Tuhan tidak memandang orang.” (Kol. 3:25)
Manasye adalah raja yang paling jahat dari Yehuda dan banyak melakukan kejahatan. Sewaktu dia dihukum TUHAN sehingga sangat terdesak, kemudian bertobat berpaling kepada TUHAN, maka TUHAN mengampuni dosanya. Jangan diartikan TUHAN pilih kasih kepadanya dan bersikap tidak adil, “Sebab Allah tidak memandang bulu.” (Rm. 2:11), “Malah Ia mengganjar manusia sesuai perbuatannya, dan membuat setiap orang mengalami sesuai kelakuannya. Sungguh, Allah tidak berlaku curang, Yang Mahakuasa tidak membengkokkan keadilan.” (Ayb. 34:11-12)
Sebelum Manasye diampuni Tuhan, dia sudah membayar mahal kejahatannya. Tuhan sudah menghukum dia, dalam satu hari dia dari raja menjadi tawanan dan menjadi hamba. Waktu itu musuh membelenggunya dengan rantai tembaga, dan mengkaitkan hidung, bibir dan pipinya dengan kaitan, suatu penyiksaan yang sangat sadis. Bayangkan, seorang raja menjadi hamba dan disiksa seperti itu, lalu dilemparkan ke dalam penjara di Babel, ini adalah hukuman yang lebih berat dari hukuman mati.
Hidup sebagai tawanan tentulah sangat menyiksa Manasye. Maka dalam keterdesakan itu dia mengakui dosa-dosanya kepada TUHAN dan bertobat. TUHAN pun mendengarkan doanya, sehingga dia bisa pulang ke Yerusalem dan kembali menjadi raja. Manasye pun mengakui, bahwa hanya TUHAN-lah Allah!
Hanya saja, karena sudah terlalu banyak kejahatan yang dia lakukan selama menjadi raja, hal itu mempengaruhi iman dan akhlak rakyatnya. Walaupun kemudian dia menyerukan rakyatnya untuk beribadah kepada TUHAN, tetapi sudah terlambat; dia tidak dapat lagi banyak mempengaruhi rakyatnya. Setelah anaknya Amon menjadi raja, rakyat kembali menyembah berhala, iman mereka kembali rusak seperti sediakala. Bila dari raja sampai rakyat semuanya meninggalkan TUHAN, akibatnya akhlak bangsa menjadi semakin buruk, kondisi negara pun semakin merosot hingga akhirnya musnah.
Jangan anggap Daud sebagai orang yang berkenan kepada TUHAN; tatkala dia berdosa karena berzinah, TUHAN membalasnya dengan membiarkan gundik-gundiknya tidur di depan umum dengan anaknya, Absalom. Ketika dia membunuh suami orang, TUHAN mengikuti ucapan Daud sendiri yang mengatakan harus membayar empat kali lipat: empat anaknya mati, Daud mengalami empat kali kesedihan orang tua yang menguburkan orang yang rambutnya masih hitam.
TUHAN sejak zaman dahulu hingga zaman modern ini tetaplah Allah. Dia menciptakan segala sesuatu, mengatur segala sesuatu, Dia tidak pernah berubah. Bagi kita, Allah adalah “besar dalam rancangan-Mu dan agung dalam perbuatan-Mu; mata-Mu terbuka terhadap segala tingkah langkah anak-anak manusia dengan mengganjar setiap orang sesuai dengan tingkah langkahnya dan sesuai dengan buah perbuatannya.” (Yer. 32:19)