SAUH BAGI JIWA
“Apabila Ia melewati aku, aku tidak melihat-Nya, dan bila Ia lalu, aku tidak mengetahui.” (Ayb. 9:11)
“Apabila Ia melewati aku, aku tidak melihat-Nya, dan bila Ia lalu, aku tidak mengetahui.” (Ayb. 9:11)
Nama kampung kecil Emaus muncul di Alkitab karena pada hari Tuhan Yesus bangkit, dua murid-Nya bertemu dengan Tuhan Juruselamat yang sudah bangkit sewaktu berjalan menuju Emaus. Tetapi karena tidak percaya, sekali pun sudah mendengar kesaksian tentang bangkitnya Tuhan Yesus, bahkan ketika Yesus berdiri di depan mereka, mereka tidak bersukacita karena kebangkitan Yesus itu, sebaliknya mereka muram mukanya.
Ketika mereka mendekati kampung itu, mereka mendesak Yesus untuk tinggal bersama mereka. Yang mengherankan adalah ketika malam itu mereka duduk makan, Yesus sebagai tamulah yang mengambil roti dan mengucap berkat, jadi bukan tuan rumah yang mengucap berkat. Bukankah seharusnya tuan rumahlah yang mengucap berkat, mengapa di sini malah Yesus yang merupakan tamu mengucap berkat? Di sini Allah menginginkan agar murid-murid dan kita mengerti, Dia-lah Tuhan hidup kita, barang siapa yang menyambut Dia akan memperoleh berkat yang berlimpah, dan akan terbuka mata rohani sehingga mengenal Dia.
Maka pada saat itulah terbuka mata dua murid itu dan mereka akhirnya mengenali Yesus, tetapi Yesus lenyap dari tengah-tengah mereka. Yesus berbuat demikian agar mereka percaya Dia sungguh-sungguh sudah bangkit, maut tidak lagi berkuasa atas Dia, ruang dan waktu tidak lagi dapat membatasi Dia. Karena Dia adalah Allah, maka Dia dapat berbuat sesuai dengan kehendak-Nya, baik hadir maupun lenyap dari tengah-tengah mereka. Yesus tidak memakai trik sulap untuk mengelabui mata orang, tetapi karena Dia adalah Allah yang menguasai hidup dan mengalahkan jasmani, melampaui segalanya.
Dua murid itu tiba-tiba sadar bahwa mereka baru saja melihat Yesus Juruselamat yang telah bangkit. Hati mereka berkobar-kobar dan mereka segera bangun dan kembali ke Yerusalem, di situ mereka mendapati sebelas murid Yesus, dan menceritakan apa yang terjadi pada mereka. Sementara mereka bercakap-cakap tentang hal-hal itu, Yesus tiba-tiba berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata kepada mereka: “Damai sejahtera bagi kamu!” Mereka terkejut dan takut dan menyangka bahwa mereka melihat hantu. Akhirnya Yesus memperlihatkan bekas luka pada tangan dan kaki-Nya, mereka belum percaya karena girangnya dan masih heran.
Memang demikianlah manusia yang hanya mau percaya bila melihat; kalau tidak melihat tidak mau percaya, sekalipun sebelumnya Allah sudah jelas memberitahukannya. Seperti halnya sebelas murid itu, mereka belum percaya sampai Yesus berdiri di tengah-tengah mereka. dan setelah melihat barulah mereka percaya dalam kegirangan dan keheranan. Kita ini tidak lebih beriman dari pada murid-murid Tuhan itu. Hanya saja, kita yang hidup di zaman sekarang ini hanya membaca tentang kejadian masa itu dari Alkitab. Kita banyak berpendapat sewaktu melakukan pemahaman Alkitab, dan bila ada masalah menimpa, iman kita mungkin roboh lebih cepat daripada mereka.
Mengukur iman seseorang bukanlah dari apa yang dia katakan, melainkan dari apa yang dia lakukan bila menghadapi persoalan. Marilah kita melatih diri agar jangan sekadar pandai bicara saja, melainkan dapat menyatakan iman dalam kehidupan kita, dengan demikian cerita tentang Emaus ini barulah mendatangkan makna sejati bagi kita!