SAUH BAGI JIWA
“Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.” (Ams. 22:6)
“Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.” (Ams. 22:6)
Allah menghukum Daud karena berzinah dengan Batsyeba sehingga jiwa Daud sangat sedih. Sebagai istri, tentulah Batsyeba mengetahui keadaan Daud, dan menjadi peringatan bagi dia dalam mendidik Salomo, anaknya, agar jangan melakukan dosa terhadap Allah dengan berbuat salah seperti ayah ibunya.
Tetapi Salomo kemudian mencintai banyak perempuan asing; dia mempunyai 700 istri dan 300 gundik, tenggelam pada kesenangan nafsu birahi, dan juga menuruti bujukan istri dan gundiknya menyembah allah-allah asing. Dari sini kita bisa menarik kesimpulan, bahwa Batsyeba adalah ibu yang gagal dalam mendidik anaknya karena tidak mengajarkan pengalaman pahit yang dia alami bersama Daud.
Daud mengajak Batsyeba berzinah, dan Batsyeba sama sekali tidak menolaknya. Ini menunjukkan bahwa dia adalah perempuan yang tidak bisa menjaga kesucian. Berbeda dengan Yusuf, yang sewaktu dibujuk oleh istri majikannya untuk berbuat serong, dengan tegas menolak dan berkata: “Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?” (Kej. 39:9) Ada pepatah mengatakan, ‘bagaimana ibu, bagaimana anak’, Batsyeba yang tidak menahan diri dalam hawa nafsu, anaknya juga turut mengumbar hawa nafsu, akibatnya hancurlah keluarganya dan bangsanya.
Setelah Salomo baru saja menjadi raja, Adonia, kakaknya, meminta Batsyeba agar membujuk Salomo memberikan Abisag, selir ayahnya, menjadi istrinya. Batsyeba ternyata setuju pada permohonan yang tidak senonoh ini. Bagaimana mungkin Batsyeba tidak tahu bahwa Abisag adalah selir Daud? Dan baru saja Daud meninggal, bukankah permintaan semacam itu sangat ganjil? Lagi pula, mendapatkan istri atau selir raja dapat berarti dia adalah pewaris takhta kerajaan, dan ternyata Batsyeba tidak menyadari maksud terselubung Adonia. Kalau hanya ini saja kesalahan Batsyeba, cukuplah Batsyeba dipandang sebagai orang yang tidak berpengertian. Tetapi mengapa dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan dia bersikap demikian bebas? Tidak heranlah sewaktu muda dia begitu mudah menuruti ajakan Daud berzinah sehingga berdosa kepada Allah!
Seorang ibu yang berhasil adalah ibu yang mengerti pentingnya iman kepercayaan. Dia pasti akan mendidik anak-anaknya agar takut akan Allah, agar “menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.” (Ams. 22:6) Sebaliknya ibu yang gagal mengabaikan pendidikan agama anaknya, membiarkan anaknya hanyut dalam arus dunia meninggalkan Allah. Salomo menulis Kitab Amsal dan Kitab Pengkhotbah yang penuh dengan hikmat, tetapi justru mengikuti istri dan gundiknya menyembah berhala asing, perbuatan yang sangat tidak berhikmat. Sungguh ironi yang mencengangkan!
Sejarah adalah cermin; kita mempelajari orang-orang di masa lalu untuk memeriksa diri sendiri. Kiranya setiap tokoh yang diceritakan dalam Alkitab menjadi pelajaran dan peringatan bagi kita, jangan sampai menjadi seorang ibu yang gagal!