SAUH BAGI JIWA
[su_icon icon=”icon: calendar” color=”#d19636″ size=”18″ shape_size=”4″ radius=”36″] Renungan Tanggal: 03 Oct 2020
Lalu berkatalah Musa kepada TUHAN: “Biarlah TUHAN, Allah dari roh segala makhluk, mengangkat atas umat ini seorang yang mengepalai mereka waktu keluar dan masuk, dan membawa mereka keluar dan masuk, supaya umat TUHAN jangan hendaknya seperti domba-domba yang tidak mempunyai gembala.” (Bil. 27:15-17)
Lalu berkatalah Musa kepada TUHAN: “Biarlah TUHAN, Allah dari roh segala makhluk, mengangkat atas umat ini seorang yang mengepalai mereka waktu keluar dan masuk, dan membawa mereka keluar dan masuk, supaya umat TUHAN jangan hendaknya seperti domba-domba yang tidak mempunyai gembala.” (Bil. 27:15-17)
Ketika umat Israel sampai ke Kadesh di padang gurun Zin, mereka kembali mengalami ketiadaan air untuk minum, lalu mendatangi Musa dan Harun untuk berbantah. Allah menyuruh Musa mengambil tongkat dan berkata kepada bukit batu supaya mendapatka air, tetapi di depan rakyatnya Musa mengangkat tangan dan memukul bukit batu itu dengan tongkatnya dua kali. Memang seketika itu juga keluarlah banyak air dari bukit batu itu, tetapi karena melanggar perintah Allah, Musa dan Harun tidak boleh masuk ke negeri Kanaan.
Tidak lama kemudian, Allah mengambil Harun dari dunia. Ketika hari kematian Musa sudah dekat, Allah berfirman kepada Musa: “Naiklah ke gunung Abarim ini, dan pandanglah negeri yang Kuberikan kepada orang Israel. Sesudah engkau memandangnya, maka engkaupun juga akan dikumpulkan kepada kaum leluhurmu, sama seperti Harun, abangmu, dahulu. Karena pada waktu pembantahan umat itu di padang gurun Zin, kamu berdua telah memberontak terhadap titah-Ku untuk menyatakan kekudusan-Ku di depan mata mereka dengan air itu.” Itulah mata air Meriba dekat Kadesh di padang gurun Zin.” (Bil. 27:12-14)
Mendengar pernyataan Allah ini, Musa tetap taat; dia tidak protes dan tidak bersungut-sungut, juga tidak meminta apa-apa kepada Allah. Sebaliknya dia meminta Allah mengangkat seorang penerus untuk mengepalai umat Tuhan, supaya mereka jangan seperti domba-domba yang tidak mempunyai gembala.
Dari sikap dan jawaban Musa kepada Allah, kita dapat mengetahui bahwa dia adalah seorang yang lapang dada dan melihat jauh ke depan, seorang pemimpin yang rendah hati dan taat, yang mengerti pentingnya mengangkat angkatan penerus. Sewaktu Allah memberitahukan Musa bahwa kematiannya sudah dekat, bukan saja dia tidak melawan, dia bahkan menuruti kehendak Allah mengangkat Yosua menjadi penerus. Musa membawa Yosua berdiri di depan imam dan di depan segenap umat, menumpangkan tangan ke atasnya, dan memberikan sebagian dari kewibawaannya kepadanya, supaya segenap umat Israel mendengarkannya.
Hai anak-anak Allah, kiranya kita semua dapat belajar dari sikap Musa yang di dalam hatinya hanya ada Allah, tidak ada dirinya sendiri. Sebelum ajalnya tiba, Musa sama sekali tidak meminta balas jasa kepada Allah, tetapi yang dia pikirkan hanyalah apakah Yosua dapat diterima oleh umat menjadi pemimpin mereka menggantikannya.
Hari ini di gereja banyak posisi dan pekerjaan kudus yang memerlukan generasi penerus. Sewaktu kita menjadi penanggung jawabnya, kita harus bekerja sepenuh hati dan tenaga, jangan hanya ambil kedudukan tetapi tidak bekerja sehingga melalaikan pekerjaan kudus. Selanjutnya kita juga harus mempersiapkan generasi penerus, jangan menjadi senior yang memegang erat kedudukan dan kekuasaan, tidak mau tunduk pada pengaturan gereja. Dalam setiap pekerjaan kudus, hendaklah kita bersikap seperti Musa, setia bekerja, taat pada perintah Tuhan. Dan ketika tiba waktu kita untuk undur, jangan terus bercokol tidak mau melepaskannya. Dengan demikian kita akan berkenan kepada Allah dan mendapat berkatnya dengan berlimpah.