SAUH BAGI JIWA
“Ya Pengharapan Israel, TUHAN, semua orang yang meninggalkan Engkau akan menjadi malu; orang-orang yang menyimpang dari pada-Mu akan dilenyapkan di negeri, sebab mereka telah meninggalkan sumber air yang hidup, yakni TUHAN.” (Yeremia 17:13)
“Ya Pengharapan Israel, TUHAN, semua orang yang meninggalkan Engkau akan menjadi malu; orang-orang yang menyimpang dari pada-Mu akan dilenyapkan di negeri, sebab mereka telah meninggalkan sumber air yang hidup, yakni TUHAN.” (Yeremia 17:13)
Saul dan Saulus, dalam bahasa asalnya adalah nama yang sama, mengandung arti yang baik, yaitu ‘mencari TUHAN’. Di kitab Perjanjian Lama ada seorang yang terkenal, yaitu Saul, sedangkan di kitab Perjanjian Baru, ada seorang yang terkenal, yaitu Saulus. Saul adalah raja pertama dari Israel, sedangkan Saulus di Perjanjian Baru adalah seorang yang pernah menganiaya umat Kristen, tetapi kemudian dipilih oleh Allah menjadi rasul Tuhan.
Saul sebelum menjadi raja adalah seorang yang lumayan baik. Tetapi setelah dia menjadi raja, dia merasakan nikmatnya kekuasaan, dia berubah total. Dia tidak lagi taat pada perintah Allah, dan menghindar dari tanggung jawab. Sebagai raja, dia tidak lagi memikirkan bagaimana menunaikan amanat yang diserahkan Allah kepadanya, yaitu bertanggung jawab mengurus bangsa Israel, sebaliknya dia sibuk mengejar Daud dengan tujuan membunuhnya.
Maka akhir hidupnya sangat tragis. Dia menyaksikan tiga anak laki-lakinya tewas di tangan orang Filistin, sedangkan dia sendiri juga mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Setelah mati, kepalanya dipancung oleh orang Filistin, dan mayatnya dipaku di tembok kota orang Filistin (1Samuel 31:1-10). Kesudahan seperti ini sungguh mengenaskan, betapa gugur pahlawan, betapa ia tewas!
Saulus di Perjanjian Baru adalah seorang penganiaya umat Kristen. Sewaktu di jalan menuju kota Damsyik, Allah memancarkan cahaya dari langit mengelilingi dia, seketika itu pula dia berubah, dia menjadi pemberita Injil yang kerap berhadapan dengan maut, menjadi rasul yang banyak menderita.
Dia mengakhiri hidupnya sebagai martir, tetapi sebelum meninggal dia dengan lantang berkata: “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya.” (2Timotius 4:7-8)
Dua orang yang bernama sama, Saul atau Saulus, mempunyai sikap yang berbeda terhadap Allah, kesudahan hidup mereka juga berbeda. Yang pertama berubah dari baik menjadi jahat, nasibnya membuat orang miris; yang kedua berubah dari jahat menjadi baik, hidupnya membuat banyak orang takjub dan kagum! Saul memilih memakai ketopong buatan tangan manusia, dia terus berusaha mempertahankan singgasananya, tetapi akhirnya kehilangan semuanya. Rasul Paulus yang tadinya bernama Saulus, memakai seluruh perlengkapan senjata Allah (Efesus 6:13-17), seumur hidupnya bertempur demi Allah, walaupun dia mengalami banyak sekali kesusahan, tetapi bagi dia tersedia mahkota kebenaran di sorga yang dikaruniakan oleh Allah.
Kiranya kita bisa menilai kembali perjalanan hidup kita sebelum kita meninggal dunia, periksalah apakah hidup kita sudah sesuai dengan nama kita yang mengandung arti yang baik, apakah sudah memuliakan Allah dan mendatangkan hidup kekal? Setiap orang yang meninggalkan Allah akan menanggung malu, sama seperti raja Saul yang meninggalkan Allah, dia meninggalkan sumber air yang hidup, dia dilenyapkan dari bumi. Tetapi rasul Paulus yang meraih Allah, namanya tertulis di Kitab Kehidupan yang kekal, dia akan bersama-sama Allah di sorga.
“Dreaming of springtime” by Davide Gabino (aka Stròlic Furlàn) is licensed under CC BY-ND
“Kicker Rock” by D-Stanley is licensed under CC BY