SAUH BAGI JIWA
“Kui untuk melebur perak dan perapian untuk melebur emas, dan orang dinilai menurut pujian yang diberikan kepadanya.” (Amsal 27:21)
“Kui untuk melebur perak dan perapian untuk melebur emas, dan orang dinilai menurut pujian yang diberikan kepadanya.” (Amsal 27:21)
Setelah Daud mengalahkan Goliat, dia pulang bersama raja Saul disambut dengan tarian dan nyanyian oleh perempuan-perempuan. Ini adalah keadaan yang menggembirakan seluruh negeri yang merayakan kemenangan melawan musuh, tetapi karena perempuan-perempuan itu menyanyi: “Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa.”, Saul menjadi tersinggung dan marah, dia bergumam: “Kepada Daud diperhitungkan mereka berlaksa-laksa, tetapi kepadaku diperhitungkannya beribu-ribu, akhir-akhirnya jabatan raja itupun jatuh kepadanya.”, hatinya penuh dengan rasa iri dan benci.
Perempuan itu memuji tanpa berpikir panjang dan merasa biasa-biasa saja, tetapi bagi orang yang mendengarnya menjadi suatu ujian berat. Siapa yang menyangka, pujian perempuan kepada Daud justru mendatangkan ancaman pembunuhan kepadanya? Sejak saat itulah Saul membenci Daud dan berusaha dengan berbagai cara dan kesempatan mau menghilangkan nyawa Daud, bahkan setelah Daud kemudian menjadi menantu Saul, tetap saja Daud tidak dapat terlepas dari ancaman pembunuhan Saul itu.
Daud lulus penilaian dari pujian yang diberikan perempuan, dia tidak menjadi sombong karena dapat mengalahkan Goliat, sekalipun Daud waktu itu sudah tahu Allah mengurapi dia menjadi raja, tetapi dia menyikapi pertempuran gagah perkasa itu dengan sikap bersahaya, dia tidak memanfaatkan kejadian itu untuk mempercepat dirinya menjadi raja.
Saul sebaliknya justru gagal dalam penilaian. Sewaktu dia mendengar pujian perempuan pada Daud yang menempatkan dia di bawah Daud, dia bukan saja tidak terima, bahkan timbul niat jahat hendak membunuh Daud. Sejak itu, dia memakai kuasa sebagai raja terus menerus mengejar Daud, hal ini berlangsung sampai akhir hayatnya. Dia sudah lupa tujuan Allah menjadikan dia raja adalah agar dia memimpin umat Israel melawan orang Filistin, dan memerintah mereka dengan sebaik-baiknya.
Hari ini kita juga sama seperti Saul dan Daud, akan sering menghadapi situasi ‘dinilai menurut pujian yang diberikan’. Sewaktu orang memuji kita, apakah kita dapat seperti Daud bersikap rendah hati, lembut, dan tidak sombong, mengembalikan segala kemuliaan hanya kepada Allah? Apakah kita bisa pegang teguh pada ajaran Alkitab, diam-diam bekerja tanpa membanggakan jasa kita? Alkitab tertulis: “Biarlah orang lain memuji engkau dan bukan mulutmu, orang yang tidak kaukenal dan bukan bibirmu sendiri.” (Amsal 27:2)
Sewaktu kita mendengar ada orang memuji orang lain, apakah kita bersikap seperti Saul yang menjadi iri dan timbul niat jahat karena tidak dapat menerima pujian kepada orang lain itu? Ingatlah Alkitab mengatakan: “dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri.” (Filipi 2:3)
Hai anak-anak Allah, orang dinilai menurut pujian yang diberikan kepadanya, janganlah kita jatuh oleh karena pujian orang.