SAUH BAGI JIWA
“Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!” (Ratapan 3:22-23)
“Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!” (Ratapan 3:22-23)
Saat dalam perjalanan menggunakan kereta api, saya melihat seorang ayah dan anak yang sedang duduk di kursi kereta. Di tengah perjalanan, sang anak meminta sebungkus permen kepada ayahnya. Sang ayah pun memberikannya. Setelah membuka dan mengeluarkan permen dari bungkusnya, si anak pun memegang bungkus permen yang agak lengket karena sisa-sisa permen tersebut. Melihat hal itu, ayahnya langsung mengambil bungkus permen tersebut dan memeganginya.
Kisah tersebut mungkin tampak sepele, biasa saja, dan tidak berarti bagi kita. Mungkin kita berpikir sudah sepatutnya sang ayah melakukan hal tersebut untuk anaknya. Itulah kewajiban orang tua terhadap anaknya, yaitu menyediakan kebutuhannya dan membantu sang anak dalam menjalani kehidupan. Akan tetapi, hal sepele tersebut menunjukkan kasih sang ayah terhadap anaknya. Ia tidak ingin anaknya memegang sampah yang lengket tersebut.
Tanpa disadari, kasih ayah terhadap anaknya tersebut juga menggambarkan kasih Tuhan terhadap anak-Nya. Sebagian dari kita mungkin mengenal Tuhan sejak kecil. Kita mungkin sudah sering mendengar Firman mengenai kasih Tuhan terhadap umat manusia. Kita mungkin sudah membaca banyak tokoh di Alkitab yang dikasihi oleh Tuhan. Kita mungkin juga sering mendengarkan kesaksian dari saudara seiman bagaimana Tuhan mengasihi dan memimpin kehidupan mereka. Akan tetapi, dari banyak sekali firman yang sudah kita ketahui akan kasih Tuhan, seringkali kita merasa kesulitan untuk melihat kasih Tuhan tersebut. Saat kita harus mengabarkan kasih Tuhan, mungkin kita akan berpikir apa kasih dan berkat Tuhan yang sudah kita rasakan. Kita akan mengingat-ingat pengalaman apa saja yang sudah kita rasakan saat berjalan bersama Tuhan. Dan mungkin kita berpikir tampaknya tidak ada hal istimewa ataupun hal besar yang bisa kita bagikan.
Seperti kasih sang ayah terhadap anak di kereta yang tampak sepele dan biasa tersebut, demikian juga kasih Tuhan yang tampak sepele dan biasa bagi kita. Seberapa sering kita terkena flu dan sembuh esok harinya? Seberapa sering kita dapat tertidur lelap semalaman? Seberapa sering kita menaiki kendaraan dan tidak terjadi kecelakaan? Seberapa sering kita terbangun di pagi hari dengan kondisi yang sehat? Seberapa sering kita bisa menghirup oksigen dengan bebas? Seberapa sering kita bisa menyantap makanan dengan nikmat? Seberapa sering kita bisa berkebaktian Sabat? Seberapa sering kita bisa berdoa kepada-Nya tanpa ada halangan?
Semua itulah berkat dari Tuhan, yang mungkin tampak sepele dan biasa saja. Berkat yang tampaknya tidak istimewa untuk kita ingat. Berkat yang tampaknya sudah biasa kita dapatkan sehingga terkadang sulit bagi kita untuk menyadarinya, terlebih mengucapkan terima kasih. Kitab Ratapan pasal ketiga kembali mengingatkan kepada kita akan kasih setia Tuhan yang tidak berkesudahan. Kata ’kasih setia’ pada ayat ini dalam terjemahan lain juga diartikan sebagai goodness atau kebaikan, sehingga dapat berarti bahwa kebaikan Tuhan tidak berkesudahan. Oleh karena itu, jangan hanya melihat kasih Tuhan yang tampak penting dan mencengangkan saja. Tetapi, marilah kita lebih menyadari kasih Tuhan yang mungkin tampak sepele dan biasa saja dalam kehidupan kita. Marilah kita mengingat kembali, kebaikan apa yang Tuhan telah berikan kepada kita dan jangan lupa untuk memanjatkan rasa syukur kita kepada Tuhan, pencipta kita.