SAUH BAGI JIWA
“Apabila engkau dalam keadaan terdesak dan segala hal ini menimpa engkau di kemudian hari, maka engkau akan kembali kepada TUHAN, Allahmu, dan mendengarkan suara-Nya.” (Ulangan 4:30)
“Apabila engkau dalam keadaan terdesak dan segala hal ini menimpa engkau di kemudian hari, maka engkau akan kembali kepada TUHAN, Allahmu, dan mendengarkan suara-Nya.” (Ulangan 4:30)
Kita tidak suka berada dalam keadaan terdesak, artinya dalam keadaan menderita, tetapi keadaan seperti ini justru mendorong kita merenungkan arti dari hidup dan mengapa ada penderitaan. Semoga oleh renungan ini, kita mau kembali berada di bawah naungan Allah, rela menjadi umat yang benar-benar mendengarkan dan taat kepada firman-Nya.
Ada seorang pengkhotbah yang terbiasa khotbah di atas mimbar, dia merasa dia berbuat seperti sebuah mesin yang membacakan buku pelajaran, dia hanya berputar-putar dari ayat ke ayat Alkitab, sedangkan dirinya sendiri tidak punya kesan dan pengalaman yang sesuai dengan ayat-ayat itu. Suatu ketika, dia mengalami penderitaan yang hebat, sejak saat itu, waktu dia kemudian kembali naik ke mimbar berkhotbah, sikap dan isi khotbahnya terjadi perubahan yang drastis, jemaat dapat merasakan dia sekarang sangat rindu akan firman Allah, rupanya penderitaan membuat dia kembali menentukan makna dan hubungan antara iman dan kehidupan.
Tidak sedikit jemaat yang kurang peduli terhadap iman kepercayaan, mereka tidak serius untuk datang berkebaktian, kadang datang kadang absen. Sampai kemudian dia sendiri atau keluarganya mengalami malapetaka, barulah dia menyadari betapa besarnya kasih Allah, dia menjadi mengerti betapa pentingnya iman, dan pentingnya kembali kepada TUHAN.
Kebanyakan orang setelah mengalami penderitaan yang mengancam jiwanya, selain bersyukur atas penyertaan dan penghiburan Tuhan, juga berketetapan memperbaharui iman dan kehidupan rohaninya. Selama berada dalam kesusahan, ia sungguh-sungguh mengaku dosa dan bertobat kepada Allah, ia juga belajar bersabar dan ramah dalam menghadapi permasalahan dan orang lain, ia dapat dengan belas kasihan berempati terhadap orang yang sedang berjuang dalam kesusahan.
Seorang yang belum pernah mengalami ujian dan penderitaan mudah sekali menganggap dirinya kuat rohaninya, dia mudah mengkritik orang lain kurang beriman, kurang tekun berdoa, kurang giat beribadah dan sebagainya. Dia jarang berpikir dan berusaha memberi perhatian kepada saudara yang lemah supaya dia menjadi kuat. Sebaliknya orang yang pernah terdesak oleh penderitaan tidak akan bersikap demikian, karena dia mengerti betapa susahnya perasaan orang yang menderita, dia dapat menempatkan diri pada posisi saudara itu, dapat seperasaan dengannya, dia dapat sungguh-sungguh berusaha menolongnya dan berdoa untuknya.
Ternyata penderitaan adalah guru dan sahabat yang baik, bila tidak ada penderitaan, tidak akan ada laskar Kristus. Penderitaan adalah katalisator yang mendorong kemajuan kita, ia laksana tanur uap dari mesin uap yang menjadi motor penggerak kapal, laksana angin haluan yang diperlukan pesawat terbang agar bisa tinggal landas.