SAUH BAGI JIWA
“Mengenai diriku, darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan dan saat kematianku sudah dekat. Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.” (2Timotius 4:6-7)
“Mengenai diriku, darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan dan saat kematianku sudah dekat. Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.” (2Timotius 4:6-7)
Seorang tentara yang telah pensiun dari medan peperangan sangat suka menceritakan tentang pengalamannya bertempur. Ia akan menunjukkan parut, yaitu bekas luka yang ada di tubuhnya akibat pertempuran. Bertempur melawan musuh memang sangat sulit dan berbahaya, tetapi juga sangat membanggakan!
Berbeda dengan tentara yang berada di belakang layar, yang hanya mengamati dan mengawasi pergerakan musuh. Mereka yang tidak pernah terlibat dalam pertempuran fisik akan merasa canggung ketika diminta bercerita mengenai pengalamannya bertempur melawan musuh. Hanya mereka yang pernah bertempur secara langsung melawan musuh di medan pertempuranlah yang akan disebut sebagai pahlawan perang.
Demikian juga kita sebagai anak-anak Allah. Suatu hari kelak kita akan berada di sorga. Di sana kita akan dengan bangganya bercerita mengenai bagaimana sewaktu kita di dunia berjuang melawan musuh, yaitu si Iblis, dan bagaimana kita melewati berbagai ujian dalam kehidupan dengan bersandar kepada Tuhan.
Mahkota yang kita kenakan bukanlah yang terbuat dari status, ijazah, prestasi, pengalaman kerja, jabatan, pengetahuan, ataupun kekayaan, melainkan yang terbuat dari parut-parut bekas luka akibat berperang sebagai laskar Kristus.
Sebagai laskar Kristus, kita tidak bisa hanya duduk bermalas-malasan menikmati kesenangan dalam kenyamanan. Kita harus berani menderita bagi Tuhan. Salah satunya adalah dengan mengambil bagian dalam pekerjaan kudus di gereja, di mana kita akan mengalami penderitaan.
Peperangan paling mulia yang bisa kita lakukan dalam hidup kita adalah ketika kita dengan berani berjuang untuk Tuhan, berjerih payah bekerja di ladang-Nya, sabar menanggung penderitaan karena Tuhan, dan dengan giat memberitakan kebenaran-Nya.
Tuhan tidak mencari lencana, gelar, atau jabatan. Dia mencari bekas luka pada diri kita, sebagai ciri khas yang hanya terdapat pada orang yang benar-benar mengasihi Tuhan! Mereka penuh dengan parut karena mereka begitu banyak mencucurkan keringat dan air mata, begitu sering disalah-mengertikan, dikritik, dimusuhi, bahkan dibenci oleh banyak orang. Orang dunia tidak akan menjadikan parut ini sebagai hal yang elok, tetapi Tuhan justru menganggapnya sangat elok. Parut-parut yang mulia ini akan diuntai satu per satu menjadi sebuah mahkota, yang dengan bangga akan kita kenakan ketika kita menghadap Tuhan.
Suatu hari, hidup kita di dunia akan berakhir. Saat itulah kita akan melihat berapa banyak luka parut yang kita miliki karena mengasihi Tuhan. Kita pun akan dapat berkata seperti Paulus: “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.” (2Tim 4:7). Kita pun akan dengan tenang meninggalkan dunia ini.