SAUH BAGI JIWA
“Mereka berkata dusta, yang seorang kepada yang lain, mereka berkata dengan bibir yang manis dan hati yang bercabang.”
(Mazmur 12:3)
“Mereka berkata dusta, yang seorang kepada yang lain, mereka berkata dengan bibir yang manis dan hati yang bercabang.”
(Mazmur 12:3)
Pada zaman sekarang ini kebohongan sudah dianggap sebagai hal yang biasa. Bahkan ada istilah bohong putih. Orang-orang membenarkan kebohongan dengan alasan bahwa itu untuk tujuan yang baik. Namun sesungguhnya suatu kebohongan tetaplah kebohongan. Semua kebohongan, besar maupun kecil, adalah dosa dan kejahatan di mata Tuhan. Sebagai umat Kristen, kita dilarang untuk berbohong. Perkataan kita harus benar.
Tetapi kadangkala keadaanlah dan orang sekitarlah yang mendesak, menganjurkan, atau pun membenarkan kita untuk berbohong sesekali. Ketika hal ini terjadi, sebagai anak-anak Tuhan, seringkali kita mengalami dilema. Di satu sisi, kita tidak mau berbohong karena Tuhan tidak menghendaki kita melakukannya. Namun di sisi lain, kita sulit untuk menolak atau menghindarinya. Ketika dihadapkan dengan situasi seperti ini, kita harus berani bersikap tegas. Kita harus lebih takut kepada Tuhan daripada manusia.
Situasi seperti ini pernah juga saya alami. Pada suatu hari, seseorang dari pihak bank menelepon untuk mencari atasan saya. Dia ingin menanyakan sesuatu kepada atasan saya. Tetapi atasan saya tidak suka diganggu dengan orang-orang yang tidak dikenalnya. Oleh karena itu, atasan saya menyuruh saya untuk mengatakan bahwa dia sedang rapat, padahal faktanya tidak demikian. Saat itu saya langsung menolak. Saya berkata, “Bu, saya tidak bisa melakukannya. Lebih baik Ibu suruh yang lain saja yang menjawab.” Puji Tuhan, atasan saya itu tidak marah.
Saya tidak mau berbohong hanya karena atasan saya menyuruh saya melakukannya. Saya pikir saya harus berani menolaknya dengan resiko apapun. Karena untuk suatu hal yang benar, kita harus berani berkata tidak, jangan kompromi.
Selain kebohongan, hal lain yang dianggap lazim untuk dilakukan dewasa ini adalah sikap bercabang hati atau mendua hati. Saya memperhatikan bahwa banyak sekali orang yang bersikap bercabang hati pada masa sekarang ini. Mereka mengucapkan kata-kata manis dan bersikap baik di depan seseorang, tetapi membicarakannya di belakang. Yang lebih parah bahkan, menjelek-jelekkannya. Perilaku demikian bagaikan orang yang sedang memakai topeng. Mereka menganggap bahwa bercabang hati adalah hal yang wajar dan malah dianggap sebagai suatu kepandaian dalam bergaul. Sungguh menakutkan!
Rupanya, orang-orang yang berbibir manis dan bercabang hati itu sudah ada sejak dulu. Di dalam kitab Mazmur pasal 12, Daud pun mengeluh mengenai keberadaan orang-orang seperti itu. Sebagai orang yang saleh dan jujur, jiwanya merasa tersiksa karena harus hidup bersama dengan orang-orang yang demikian. Mungkin kita pun merasakan hal yang sama. Namun, janganlah kita menjadi lemah dan putus-asa. Sebaliknya, kita harus memperteguh iman kita agar tidak terpengaruh. Kita harus senantiasa waspada dan menjaga diri kita masing-masing agar tidak mengikuti arus dunia. Prinsip kebenaran dan nilai-nilai Kekristenan harus kita pegang teguh. Jangan bersikap kompromi. Walaupun sikap tidak berkompromi dengan arus dunia mungkin akan mendatangkan kesulitan bagi kita, janganlah kuatir atau takut. Kita harus senantiasa ingat bahwa sebagai anak-anak Tuhan, kita harus menjunjung tinggi kejujuran dan kesalehan. Kita harus yakin bahwa selama perbuatan kita benar, Tuhan pasti akan menolong dan melindungi kita. Dia tidak akan meninggalkan kita sendirian.
SAUH BAGI JIWA
“Mereka berkata dusta, yang seorang kepada yang lain, mereka berkata dengan bibir yang manis dan hati yang bercabang.”
(Mazmur 12:3)
“Mereka berkata dusta, yang seorang kepada yang lain, mereka berkata dengan bibir yang manis dan hati yang bercabang.”
(Mazmur 12:3)
Pada zaman sekarang ini kebohongan sudah dianggap sebagai hal yang biasa. Bahkan ada istilah bohong putih. Orang-orang membenarkan kebohongan dengan alasan bahwa itu untuk tujuan yang baik. Namun sesungguhnya suatu kebohongan tetaplah kebohongan. Semua kebohongan, besar maupun kecil, adalah dosa dan kejahatan di mata Tuhan. Sebagai umat Kristen, kita dilarang untuk berbohong. Perkataan kita harus benar.
Tetapi kadangkala keadaanlah dan orang sekitarlah yang mendesak, menganjurkan, atau pun membenarkan kita untuk berbohong sesekali. Ketika hal ini terjadi, sebagai anak-anak Tuhan, seringkali kita mengalami dilema. Di satu sisi, kita tidak mau berbohong karena Tuhan tidak menghendaki kita melakukannya. Namun di sisi lain, kita sulit untuk menolak atau menghindarinya. Ketika dihadapkan dengan situasi seperti ini, kita harus berani bersikap tegas. Kita harus lebih takut kepada Tuhan daripada manusia.
Situasi seperti ini pernah juga saya alami. Pada suatu hari, seseorang dari pihak bank menelepon untuk mencari atasan saya. Dia ingin menanyakan sesuatu kepada atasan saya. Tetapi atasan saya tidak suka diganggu dengan orang-orang yang tidak dikenalnya. Oleh karena itu, atasan saya menyuruh saya untuk mengatakan bahwa dia sedang rapat, padahal faktanya tidak demikian. Saat itu saya langsung menolak. Saya berkata, “Bu, saya tidak bisa melakukannya. Lebih baik Ibu suruh yang lain saja yang menjawab.” Puji Tuhan, atasan saya itu tidak marah.
Saya tidak mau berbohong hanya karena atasan saya menyuruh saya melakukannya. Saya pikir saya harus berani menolaknya dengan resiko apapun. Karena untuk suatu hal yang benar, kita harus berani berkata tidak, jangan kompromi.
Selain kebohongan, hal lain yang dianggap lazim untuk dilakukan dewasa ini adalah sikap bercabang hati atau mendua hati. Saya memperhatikan bahwa banyak sekali orang yang bersikap bercabang hati pada masa sekarang ini. Mereka mengucapkan kata-kata manis dan bersikap baik di depan seseorang, tetapi membicarakannya di belakang. Yang lebih parah bahkan, menjelek-jelekkannya. Perilaku demikian bagaikan orang yang sedang memakai topeng. Mereka menganggap bahwa bercabang hati adalah hal yang wajar dan malah dianggap sebagai suatu kepandaian dalam bergaul. Sungguh menakutkan!
Rupanya, orang-orang yang berbibir manis dan bercabang hati itu sudah ada sejak dulu. Di dalam kitab Mazmur pasal 12, Daud pun mengeluh mengenai keberadaan orang-orang seperti itu. Sebagai orang yang saleh dan jujur, jiwanya merasa tersiksa karena harus hidup bersama dengan orang-orang yang demikian. Mungkin kita pun merasakan hal yang sama. Namun, janganlah kita menjadi lemah dan putus-asa. Sebaliknya, kita harus memperteguh iman kita agar tidak terpengaruh. Kita harus senantiasa waspada dan menjaga diri kita masing-masing agar tidak mengikuti arus dunia. Prinsip kebenaran dan nilai-nilai Kekristenan harus kita pegang teguh. Jangan bersikap kompromi. Walaupun sikap tidak berkompromi dengan arus dunia mungkin akan mendatangkan kesulitan bagi kita, janganlah kuatir atau takut. Kita harus senantiasa ingat bahwa sebagai anak-anak Tuhan, kita harus menjunjung tinggi kejujuran dan kesalehan. Kita harus yakin bahwa selama perbuatan kita benar, Tuhan pasti akan menolong dan melindungi kita. Dia tidak akan meninggalkan kita sendirian.