SAUH BAGI JIWA
“Dengan telanjang aku keluar dari rahim ibuku, dan dengan telanjang pula aku akan kembali ke sana. TUHAN memberi, TUHAN telah mengambil. Terpujilah nama TUHAN!” (Ayub 1:21)
“Dengan telanjang aku keluar dari rahim ibuku, dan dengan telanjang pula aku akan kembali ke sana. TUHAN memberi, TUHAN telah mengambil. Terpujilah nama TUHAN!” (Ayub 1:21)
Jika kita berbicara tentang Ayub, tentu yang terlintas dalam pikiran kita adalah seorang yang saleh dan tahan uji. Kita tahu bagaimana Ayub telah kehilangan semua anaknya, segala harta bendanya, bahkan kesehatannya dalam satu hari saja. Semua yang telah dijaga dan dikumpulkannya sejak lama, lenyap dalam sekejap!
Anak bagaikan harta yang tak ternilai yang dititipkan Tuhan untuk manusia. Jika kehilangan anak, hati orang tua mana yang tidak merasa hancur? Apalagi jika anak tersebut begitu diidam-idamkan kehadirannya. Saya pernah mendengar kesaksian tentang seorang ayah yang kehilangan anak tunggalnya akibat kecelakaan mobil. Sang ayah menjadi marah dan menyalahkan Tuhan atas kematian putranya itu. Sebab selama ini dia sudah aktif beribadah dan banyak memberi sumbangan kepada gereja. Dia merasa kecewa karena Tuhan tidak menyelamatkan dan membiarkan anaknya tetap hidup. Kematian anaknya telah membuat dia menjauhi Tuhan.
Kita juga bisa membaca banyak berita di mana orang-orang menjadi stres atau bahkan depresi karena kehilangan harta benda mereka dalam sekejap mata. Misalnya, ketika terjadi banjir bandang, gempa bumi, kebakaran, dan bencana lainnya. Karena peristiwa itu kebanyakan terjadi secara tiba-tiba, maka hanya sebagian kecil harta benda yang dapat diselamatkan. Ada yang bahkan tidak dapat membawa apapun ketika berusaha menyelamatkan diri. Banyak juga yang karena kehilangan harta, kemudian berpikiran pendek dan ingin mengakhiri hidupnya.
Sebagai anak-anak Tuhan, respon kita terhadap masalah seharusnya berbeda dengan orang-orang dunia. Dalam hal ini kita dapat belajar dari Ayub. Dia menyadari kedaulatan Tuhan sepenuhnya. Dia tahu bahwa segala sesuatu yang dimilikinya merupakan titipan Tuhan. Dia tidak memiliki hak untuk mempertahankannya jika Tuhan berkehendak lain. Kita pun harus bersikap demikian. Kita harus bersyukur jika Tuhan memberkati kita dengan kesehatan, keluarga, dan kekayaan.
Namun, jika suatu hari Tuhan ingin mengambilnya dari kita, kita harus rela; sebab kita tahu bahwa sesungguhnya semua itu adalah milik Tuhan. Tuhan berhak untuk memberi dan mengambil apa yang kita miliki. Oleh karena itu, kita tidak boleh menggantungkan hidup kita pada siapapun dan apapun di dunia ini. Hanya kepada Tuhan-lah kita harus bersandar. Jangan memegang sesuatu di dunia ini terlalu erat, agar kita tidak merasa sakit jika kita harus melepaskannya nanti. Bahkan, ketika suatu hari kita kehilangan orang tua atau saudara kita karena meninggal dunia, sebaiknya kita tidak meratap dan berduka secara berlebihan karena di dalam Tuhan kita memiliki pengharapan.
Satu-satunya yang harus kita pegang teguh adalah iman kepercayaan kita kepada Tuhan. Tuhan harus menjadi pusat hidup kita, sehingga dalam perjalanan hidup kita selalu memiliki penyertaan dari Tuhan. Jika kita sungguh-sungguh bersandar sepenuhnya kepada Tuhan, Dia pasti akan memelihara dan membantu kita dalam mengatasi masalah-masalah kita. Walaupun terkadang masalah-masalah tersebut belum dapat terselesaikan, penyertaan Tuhan akan membuat hati kita lebih tenang dalam menghadapinya. Oleh karena itu, kita tidak perlu ragu untuk melepaskan apapun yang dapat menghalangi kita untuk lebih mendekat kepada-Nya. Jadikan Tuhan segalanya dalam hidup kita. Biarkan Tuhan masuk dan memimpin hati dan pikiran kita.