SAUH BAGI JIWA
[su_icon icon=”icon: calendar” color=”#d19636″ size=”18″ shape_size=”4″ radius=”36″] Renungan Tanggal: 09 Mar 2021
“O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya! Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya?” (Rm. 11:33-34)
“O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya! Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya?” (Rm. 11:33-34)
Alkisah, dahulu ada seorang petani yang memiliki sebuah kebun sayur yang besar. Sebagai umat Kristen yang saleh, dia berdoa kepada Tuhan untuk sayur yang dia tanam: ‘Ya Tuhan, tanaman sayur sangat memerlukan air. Mohon Engkau banyak menurunkan hujan agar sayur dapat tumbuh cepat dan segar, sehingga saya mendapat hasil berlipat ganda.’ Tuhan mendengarkan doanya, lalu setiap hari menurunkan hujan. Tetapi begitu banyaknya air, kebunnya kebanjiran.
Dia melihat tanaman sayurnya terendam air dan hampir mati, maka dia cepat-cepat kembali berdoa kepada Tuhan: ‘Ya Tuhan, Engkau terlalu banyak memberi air hujan yang akan merusak tanaman sayur saya. Yang sayur perlukan sekarang adalah sinar matahari yang cukup, maka mohon Engkau segera memberinya sinar matahari.’ Tuhan lalu mendatangkan angin meniup bersih awan hujan. Matahari bersinar kencang. Sejak hari itu tidak ada lagi hujan, dan bumi kekeringan, matilah tanaman sayurnya.
Tahun itu sang petani tidak mendapat hasil apapun. Hatinya sedih, dan sedikit banyak menggerutu kepada Tuhan.
Beberapa hari kemudian dia mengunjungi keluarga jauhnya. Dia melihat kebun sayur milik keluarganya itu sangat subur dan segar. Dia lalu bertanya bagaimana cara dia sehingga tanaman sayurnya demikian berhasil. Keluarganya dengan mudah menjawab: ‘Saya hanya mengikuti alam saja, dan menyerahkannya kepada Tuhan, karena Tuhan yang paling tahu apa yang diperlukan oleh sayur itu. Jangan anggap saya petani hebat. Sesungguhnya sekalipun saya tahu sedikit tentang menanam sayur, tetapi pengetahuan saya terbatas, apalagi saya tidak berkuasa mengatur cuaca alam.’
Dia lanjut bertanya: ‘Lalu bagaimana kamu berdoa untuk sayurmu itu?’. Keluarganya menjawab: ‘Oh itu, sederhana saja, saya hanya berdoa: Ya Tuhan, saya menyerahkan kebun sayur saya ke dalam tangan Engkau. Kiranya Engkau menyediakan segala yang diperlukan oleh tanaman itu, apakah sinar matahari, air hujan, embun, bahkan cacing, kiranya Engkau menyediakannya pada waktunya. Saya percaya Engkau yang menjadikannya, Engkau pasti dapat memeliharanya, karena itu saya tidak perlu kuatir.’
Rupanya kita sering menjadi seperti petani pertama itu, yang selalu memberi tahu Tuhan apa yang Tuhan perlu lakukan. Dalam menghadapi permasalahan, kita sering tanpa sadar memberi nasihat kepada Tuhan. Kita sering menyuruh Tuhan melakukan ini atau itu. Sesungguhnya itu adalah tindakan berlebihan.
“Siapa yang dapat mengatur Roh TUHAN atau memberi petunjuk kepada-Nya sebagai penasihat?” (Yes. 40:13) Ya, bagaimana mungkin TUHAN memerlukan petunjuk kita, memerlukan kita sebagai penasihat? Karena itu sejak hari ini, bila kita berdoa untuk suatu perkara atau untuk seseorang, jangan lagi memberi petunjuk atau nasihat kepada Tuhan, karena Tuhan tahu apa yang paling baik yang akan Dia lakukan!