SAUH BAGI JIWA
“Kemudian Samuel mengambil sebuah batu dan mendirikannya antara Mizpa dan Yesana; ia menamainya Eben-Haezer, katanya: “Sampai di sini TUHAN menolong kita.”” (1Sam. 7:12)
“Kemudian Samuel mengambil sebuah batu dan mendirikannya antara Mizpa dan Yesana; ia menamainya Eben-Haezer, katanya: “Sampai di sini TUHAN menolong kita.”” (1Sam. 7:12)
Di masa tua Imam Eli, orang Israel berperang dengan orang Filistin di tempat yang bernama Eben-Haezer. Orang Israel terpukul kalah dan mengundurkan diri kembali ke perkemahan. Para tua-tua Israel berpendapat bahwa kekalahan mereka adalah karena tidak membawa tabut perjanjian Allah, sehingga mereka lalu memutuskan mengambil tabut Allah itu dari Silo.
Setelah itu, orang Israel kembali mengalami kalah. Pada hari itu, Tabut Allah dirampas orang Filistin, dan kedua anak Eli mati di medan perang. Ketika kabar kekalahan itu sampai kepada Imam Eli, jatuhlah dia telentang dari kursi, batang lehernya patah dan dia mati. Malapetaka itu membuat menantu perempuannya yang hampir mati karena kesakitan melahirkan anak laki-laki, menamai anaknya itu Ikabod, karena Tabut Allah dirampas sehingga ‘telah lenyap kemuliaan dari Israel’.
Dua puluh tahun setelah kalah perang di Eben-Haezer itu, seluruh kaum Israel bersedia mendengarkan pengajaran Samuel, mereka menjauhkan berhala-berhala dan beribadah hanya kepada Allah. Lalu Samuel mengumpulkan orang Israel di Mizpa dan berdoa untuk mereka. Hari itu, seluruh rakyat berpuasa, meminta Samuel jangan berhenti berseru kepada Allah agar menolong mereka terlepas dari tangan orang Filistin. Sedang Samuel mempersembahkan korban bakaran itu, majulah orang Filistin berperang melawan orang Israel. Tetapi pada hari itu TUHAN mengguntur dengan bunyi yang hebat ke atas orang Filistin dan mengacaukan mereka, sehingga mereka terpukul kalah oleh orang Israel.
Kemudian Samuel mengambil sebuah batu dan mendirikannya antara Mizpa dan Yesana; ia menamainya Eben-Haezer, artinya adalah: ‘Sampai di sini TUHAN menolong kita.’ Demikianlah orang Filistin itu ditundukkan dan tidak lagi memasuki daerah Israel.
Dua puluh tahun lalu, orang Israel kalah perang di Eben-Haezer, tabut perjanjian Allah dirampas musuh, ini adalah peristiwa yang sangat menyedihkan dan memalukan. Tetapi dua puluh tahun kemudian, karena bersandar kepada Allah orang Israel menang perang, Eben-Haezer mendapat arti baru, bukan lagi mewakili ‘kekalahan’, dan ‘lenyap kemuliaan’, melainkan nama batu yang berarti ‘sampai di sini TUHAN menolong kita’!
Perbedaan antara dua peristiwa itu bukanlah karena orang Israel sudah kuat, atau karena punya senjata dan taktik perang yang jitu, melainkan karena mereka meninggalkan berhala dan setia beribadah kepada Allah! Sayang sekali dua puluh tahun yang lalu para tua-tua tidak mengerti bahwa penyebab kekalahan mereka adalah karena meninggalkan Allah, malah mengira apabila mereka membawa tabut Allah mereka bisa beroleh kemenangan.
Hari ini apakah kita juga berpikir, asalkan sudah dibaptis menjadi orang Kristen, kita tidak lagi perlu berusaha? Apakah kita menganggap sepi perlunya berkebaktian, menguduskan hari Sabat, menyempurnakan rohan dan melayani? Jika Allah melihat rohani kita tertidur, Dia akan menempatkan kita ke dalam berbagai sengsara agar kita belajar berseru kepada-Nya, sama seperti dahulu Allah sering memakai bangsa lain menyerang orang Israel agar rohani mereka terjaga.
Apabila kita berada di dalam kesusahan yang disebabkan oleh Allah, janganlah lupa pernyataan dan janji ‘Eben-Haezer’, asalkan kita kembali berpaling kepada Allah, maka akan terjadi: ‘sampai di sini TUHAN menolong kita!’.