SAUH BAGI JIWA
“sebab pedang itu tidak dicabutnya.” (Hakim-Hakim 3:22)
“sebab pedang itu tidak dicabutnya.” (Hakim-Hakim 3:22)
Seorang hakim di Israel bernama Ehud membuat sendiri sebuah pedang bermata dua. Ia menggunakan pedang itu untuk membunuh Eglon, seorang raja Moab yang sangat gemuk. Hal yang menarik untuk dicatat, adalah bahwa Ehud tidak mencabut pedangnya dari perut Eglon. Mungkin ia tidak punya waktu – lagipula hamba-hamba Eglon ada di luar. Tetapi coba kita bayangkan apa yang terjadi apabila Ehud mencabut pedangnya dan ia simpan kembali. Setelah bangsa Moab dikalahkan, Ehud dapat memperlihatkan pedangnya kepada bangsa Israel sebagai bukti bahwa ia telah mengalahkan Eglon dengan pedang yang ia buat sendiri. Orang-orang akan terkesima.
Seringkali kita mendengar bahwa hasil yang kita bawa adalah bukti keberhasilan. Setelah Daud mengalahkan Goliat, ia memenggal kepala Goliat dan menyimpan pedangnya. Dua hal ini adalah bukti keberhasilan Daud. Setelah ia membawa kembali kepala Goliat dan pedangnya ke Yerusalem, orang-orang di sana, bahkan imam-imam, mengenang Daud sebagai orang yang telah mengalahkan Goliat.
Tetapi bagaimana dengan Ehud? Dari ayat di atas, kita dapat mengetahui bahwa ia tidak mengambil kembali pedangnya, dan bahkan ia tidak menyebut-nyebut kemenangannya bahwa ia telah mengalahkan Eglon. Ia tidak memperlihatkan bukti apapun atas keberhasilannya. Sungguh sebuah sikap dan karakter yang patut dicontoh! Ketika kita mencapai suatu keberhasilan, menyebutkan keberhasilan itu kepada orang lain tampaknya sebuah hal yang alami, apalagi bila mereka dapat melihat hasil yang telah kita capai. Ketika orang-orang memuji pekerjaan kita, kita merasa bahwa usaha dan jerih payah kita telah membuahkan hasil. Namun cepat atau lambat, hal seperti ini mendorong kita untuk berpikir bahwa keberhasilan-keberhasilan itu merupakan buah dari usaha kita sendiri, dan bukan karunia kuasa Allah.
Ehud menyadari bahwa dengan tangan dan kuasa Allah, barulah bangsa Moab dapat dikalahkan. Karena itu baginya mencabut pedangnya kembali untuk menjadi bukti keberhasilan mengalahkan Moab merupakan tindakan yang tidak perlu. Bila kita menyadari bahwa keberhasilan yang kita capai adalah buah karunia Allah, kita tidak akan membangga-banggakannya. Kita tidak akan mencabut “pedang” dan menggunakannnya untuk diperlihatkan kepada orang-orang sebagai tanda keberhasilan kita.