SAUH BAGI JIWA
“Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu. Sebaliknya, bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya.” (1Ptr. 4:12-13)
“Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu. Sebaliknya, bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya.” (1Ptr. 4:12-13)
Senang adalah sebuah perasaan hati yang sederhana. Asalkan dapat melakukan hal yang diinginkan, atau ketika memperoleh hasil yang diharapkan, maka kita pun akan merasa senang. Misalnya pergi nonton film yang disukai, pergi ke konser musik yang ingin kita dengar, makan puas di restoran yang enak, memperoleh nilai yang bagus dalam pendidikan, atau mendapat kenaikan jabatan dalam pekerjaan, semua hal itu dapat langsung membuat manusia merasa senang. Tetapi perasaan senang semacam ini tidak dapat bertahan lama, sangat mungkin bagi kita untuk segera kembali berhadapan dengan kesukaran hidup. Lagi-lagi, hati kita pun kembali menjadi gundah-gulana.
Namun sukacita berbeda dengan senang. Sukacita bukanlah sebuah perasaan yang sederhana, tetapi adalah sebuah kekuatan dari dalam yang lahir dari pengalaman menghadapi kesukaran, pencobaan, penderitaan, dan ketidakmujuran. Kekuatan semacam ini bertahan lama, penuh kedamaian, kebaikan, dan keteguhan. Tidak peduli angin hujan badai yang terjadi di sekitar kita, serta ombak dari si Iblis, semua hal itu tidak dapat merenggut sukacita ini.
Manusia saat ini hanya ingin mengejar kesenangan, tidak ingin mengejar sukacita. Karena senang itu mudah didapatkan, seringkali tidak terikat kepada moral, juga tidak ada pembedaan mana yang benar dan salah. Seperti pecandu yang mengonsumsi obat terlarang, dia juga dapat merasa sangat senang. Orang yang berselingkuh merasa pasangannya memiliki cinta yang tersembunyi, sungguh dia terstimulasi rasa senang yang tak terucapkan. Tetapi janganlah lupa bahwa semua ini adalah kesenangan dalam dosa. Jangan mengira diri sendiri dapat menguasai segalanya dengan baik. Sesungguhnya yang sedang kita lakukan adalah menantang bahaya jebakan dosa yang tidak bisa kita lepaskan dengan usaha sendiri, kelak pasti akan ditelan dan dibinasakan oleh dosa.
Namun sukacita adalah sebuah perasaan yang positif seutuhnya, tidak ada sifat dosa manusia, dan terdapat moral di dalamnya. Sukacita itu teguh dan tak lekang, tidak ditumbangkan oleh kesukaran dan penganiayaan. Hanya orang yang mengenal Tuhan dan mengalami banyak pencobaan barulah dapat mengerti apa yang dimaksud dengan sukacita. Tidak heran, ajaran Alkitab terus menerus menyuruh kita untuk bersukacita, bukan bersenang. Karena orang yang bersukacita pasti senang, tapi orang yang senang belum tentu sukacita!
Orang yang percaya Tuhan sungguh harus waspada dan ingat bahwa yang mau kita kejar adalah sukacita kekal di surga, bukan kesenangan sementara di dunia. Jika kita melihat bahwa diri kita dianiaya oleh berbagai kesukaran, waspadalah dan ingatlah untuk tidak bersungut, karena itu adalah kehendak Tuhan yang indah yaitu untuk membantu kita memperoleh sukacita yang tak terenggut! Saya telah dua puluh tahun percaya Tuhan di Gereja Yesus Sejati, dan saya sungguh melihat orang-orang di sini, terutama orang-orang yang sepenuh hati mengejar Tuhan, dapat menghasilkan sukacita semacam itu!
Meskipun Petrus menerima berbagai penderitaan demi Injil, tetapi dia sangat bersukacita. Kiranya kita belajar kepada tekad hati Petrus ketika menghadapi api pengujian. Janganlah kita merasa heran, tetapi hendaknya berbahagia, karena hal ini adalah sebuah penderitaan bersama Kristus. Kita hanya tinggal menanti Tuhan ketika Dia menyatakkan Diri dalam kemuliaan, maka kita memperoleh sukacita kekal!