SAUH BAGI JIWA
“Sesudah itu Musa mengambil kemah dan membentangkannya di luar perkemahan, jauh dari perkemahan, dan menamainya Kemah Pertemuan. Setiap orang yang mencari TUHAN, keluarlah ia pergi ke Kemah Pertemuan yang di luar perkemahan” (Keluaran 33:7)
“Sesudah itu Musa mengambil kemah dan membentangkannya di luar perkemahan, jauh dari perkemahan, dan menamainya Kemah Pertemuan. Setiap orang yang mencari TUHAN, keluarlah ia pergi ke Kemah Pertemuan yang di luar perkemahan” (Keluaran 33:7)
SDalam bagian akhir kitab Keluaran, penulis memberikan gambaran bagaimana Musa dan bangsa Israel melakukan kehidupan doa mereka dalam kesehariannya.
Jutaan umat Israel di bawah pimpinan Musa keluar dari Mesir melalui Laut Merah, melewati padang belantara menuju tanah Kanaan. Tugas Musa sebagai pemimpin amatlah berat, dia bukan saja harus menangani perkara besar ataupun kecil dari rakyat, melainkan juga harus memimpin mereka untuk melanjutkan perjalanan, menentukan waktu kapan berangkat, kapan berhenti, menentukan jalan mana yang akan ditempuh dan sebagainya. Sungguh bersyukur, Musa mempunyai satu tempat dimana dia memperoleh kekuatan, yaitu tempat dimana dia sendirian bertemu dengan Allah dan meminta petunjuk dari Allah. Itulah Kemah Pertemuan.
Untuk mengejar kemajuan rohani, kita perlu mencari waktu berdoa kepada Tuhan, berkomunikasi secara akrab dengan-Nya. Dengan kita senantiasa mendekat pada Tuhan, maka Tuhan pun akan mendekati kita (Yak 4:8), hubungan kita dengan Tuhan akan semakin erat, seperti Musa berbicara dengan Tuhan berhadapan muka.
Di tengah jutaan rakyat, Musa harus menghadapi berbagai perkara dan cobaan. Di perkemahan rakyat, ada suara nyanyian dan tarian, ada suara keluhan dan omelan, ada suara seruan karena lapar, ada juga fitnahan dari orang terdekat. Musa memilih tempat yang jauh dari perkemahan agar ia dapat bebas dari berbagai suara yang berisik. Di dalam ketenangan ia berhadap-hadapan muka berbicara dengan Tuhan.
Kehidupan doa kita pun harus bebas dari kekacauan dunia. Kita berdoa seperti halnya merpati terbang mencari tempat yang tenang. Jikalau kondisi memungkinkan, kita dapat mencari ketenangan doa dengan cara masuk ke dalam kamar, menutup pintu dan berdoa kepada Bapa (Mat 6:5-6). Tuhan Yesus pun sering pergi sendirian ke tempat sunyi atau ke padang untuk berdoa (Mrk 1:35). Ketika kita menjauh dari keberisikan suara manusia, maka kita akan lebih mudah untuk menenangkan diri untuk mendengar suara bimbingan Tuhan dengan jelas.
Kadangkala, saya mengamati jemaat-jemaat yang datang ke gereja untuk berdoa. Ada yang datang di pagi hari sebelum bekerja, atau di sore hari seusai bekerja. Dalam suasana yang tenang, mereka dapat berdoa dengan kesungguhan hati, mencurahkan seluruh isi hati mereka kepada Tuhan. Mereka justru dapat merasakan adanya kekuatan dan sukacita rohani melalui doa.
Musa pergi ke Kemah Pertemuan bukanlah untuk memohon Tuhan mengabulkan permintaannya, melainkan dengan merendahkan diri bertanya dan mencari kehendak Tuhan. Demikian pula hari ini, dalam kehidupan pelayanan kita, apakah kita melakukannya menurut kehendak pribadi atau dengan rendah hati mengikuti kehendak Tuhan? Dalam segala hal, apakah kita mendahulukan Tuhan? Apakah kita lebih suka mengandalkan para ahli yang berpengalaman, atau memohon bimbingan Tuhan ketika masalah menimpa?
Marilah kita bentangkan kemah doa kita, jadikanlah Bait Allah menjadi rumah doa. Seperti halnya bangsa Israel yang hendak mencari TUHAN, mereka keluar dari perkemahan mereka menuju ke Kemah Pertemuan; kiranya kita juga dapat mendekatkan diri pada-Nya–meninggalkan perkemahan duniawi dan membentangkan kemah doa pribadi untuk dapat memahami kehendak Tuhan dalam hidup kita, sehingga nama-Nya dapat senantiasa dipermuliakan.