SAUH BAGI JIWA
“Ketika perempuan itu terus-menerus berdoa di hadapan TUHAN, maka Eli mengamat-amati mulut perempuan itu; dan karena Hana berkata-kata dalam hatinya dan hanya bibirnya saja bergerak-gerak, tetapi suaranya tidak kedengaran, maka Eli menyangka perempuan itu mabuk” ( 1 Samuel 1:12-13)
“Ketika perempuan itu terus-menerus berdoa di hadapan TUHAN, maka Eli mengamat-amati mulut perempuan itu; dan karena Hana berkata-kata dalam hatinya dan hanya bibirnya saja bergerak-gerak, tetapi suaranya tidak kedengaran, maka Eli menyangka perempuan itu mabuk” (
Kadangkala, seusai pulang kerja, saya mampir dahulu ke gereja untuk berdoa sebentar –merenungkan kembali aktivitas keseharian saya serta memohon pimpinan-Nya untuk tantangan-tantangan ke depannya. Karena hari itu tidak ada jadwal ibadah di gereja, aula gereja begitu sunyi dan hening. Saat masuk ke dalam aula, tiba-tiba pandangan saya tertuju pada bagian pojok kiri. Ternyata ada seorang ibu yang sedang berlutut berdoa. Meskipun tidak terdengar suaranya, sesekali suara tangisan ibu terdengar. Dalam keheningan ruangan aula itu, isakan tangis si ibu sungguh membuat hati tersentuh.
Hana adalah salah satu tokoh Alkitab yang berdoa di dalam keheningan. Sikapnya ini mengingatkan kita bahwa kita dapat mengatakan banyak hal di dalam doa yang hening, apalagi ketika kita sedang sendirian, atau di saat hati kita sedang bergumul sehingga sulit untuk berbicara. Rasul Paulus pun dalam suratnya kepada jemaat di Roma pernah memberikan nasihat tentang doa bahwa Roh sesungguhnya membantu kita untuk berdoa kepada Tuhan dengan keluhan-keluhan yang tak terucapkan (Rm 8:26).
Setelah berdoa dengan tekun, Hana pun akhirnya mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki. Ia menamainya Samuel, karena, “Aku telah memintanya dari pada TUHAN” (1Sam 1:20). Nama Samuel adalah bukti bahwa Tuhan mendengar doa Hana yang dipanjatkan dalam keheningan. Walaupun imam Eli melihat Hana dan mengira bahwa ia adalah seorang wanita mabuk dengan bibir yang bergerak-gerak tanpa suara; Tuhan justru melihat apa yang tersembunyi di balik hati Hana dan mendengar kesedihannya.
Sikap memendam penderitaan sudah terlihat pada diri Hana sejak awal. Saat Penina mengejeknya, dia hanya menangis. Suaminya berbicara kepadanya, tetapi dia tidak menjawab, karena kepedihan di hatinya begitu mendalam. Akhirnya, sikap diam dalam keheningannya pun disalah-artikan oleh seorang imam.
Ketika Samuel lahir baginya, Hana teringat bahwa Tuhan mendengar semua yang dia ucapkan kepada-Nya, termasuk nazarnya untuk memberikan putranya kepada Tuhan (1Sam 1:11). Bukan hanya tekun di dalam berdoa dan tetap percaya kepada Tuhan, kita sesungguhnya juga dapat meneladani sikap menepati janji dari tokoh Hana ini. Dia tetap melakukan apa yang dinazarkannya kepada Tuhan dan sebelum diserahkannya Samuel, Hana mengasuhnya terlebih dahulu agar Samuel dapat melakukan pelayanannya dengan baik dan setia.
Pada hari ini, mungkin terkadang kita mempunyai beban yang begitu berat di pundak kita dan kita tidak dapat menceritakannya kepada siapa pun. Tapi kita bisa mengatakannya kepada Tuhan. Meskipun saat berdoa kita tidak dapat mengutarakannya dalam kata-kata – karena beban yang begitu amat berat, Tuhan tentunya memahami dan mendengar doa yang dipanjatkan.
Setelah Tuhan menolong kita dan menjawab doa kita, marilah kita persembahkan yang terbaik untuk-Nya. Jadilah persembahan yang hidup –bukan hanya melalui persembahan syukur dalam bentuk harta benda, melainkan kita dapat mempersembahkan tenaga, akal pikiran, kemampuan kita melalui berbagai pelayanan bagi-Nya di rumah Tuhan dengan setia dan hati yang tulus. Selamat beraktivitas dan Tuhan menyertai kita semua.