SAUH BAGI JIWA
“Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?” Lalu mereka kecewa dan menolak Dia” (Markus 6:3)
“Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?” Lalu mereka kecewa dan menolak Dia” (Markus 6:3)
Seorang anak di dalam kandungan ibunya selama sembilan bulan, di mana hidup ibu dan anak ini terhubung. Saat anak ini lahir, kita dapat melihat bagaimana reaksi sang ibu kepada anaknya. Pada umumnya, seorang ibu akan sangat menyayangi anaknya yang telah ia kandung. Seorang ibu akan berusaha untuk menjaga dan melindungi anaknya.
Dari pandangan manusia, hubungan yang dimiliki Maria dan Yesus adalah hubungan ibu dan anak. Saat Yesus berumur 12 tahun, Ia berbeda dari anak pada umumnya. Orang tua Yesus mencari-Nya di bait Allah selama beberapa hari. “Dan ketika orang tua-Nya melihat Dia, tercenganglah mereka, lalu kata ibu-Nya kepada-Nya: ‘Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau’ ” (Luk 2:48).
Pada saat itu, Maria mengganggap Tuhan Yesus sebagai anaknya bukan sebagai Tuhan pencipta alam semesta. “Jawab-Nya kepada mereka: ’Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?’ “ (Luk 2:49). Mereka tidak mengerti akan perkataan Tuhan Yesus kepada mereka. Tentu saja, pada akhirnya Tuhan Yesus pulang bersama orang tuanya. Maria menyimpan semua perkara ini di dalam hatinya.
Sejak awal, dunia menolak kedatangan Tuhan Yesus. Saat Maria baru melahirkan Yesus di malam hari, malaikat Tuhan menyuruh Yusuf untuk membawa Maria dan Yesus pergi, karena ada yang ingin membunuh Yesus. Mungkin mereka berpikir, bukankah Juru Selamat dunia seharusnya duduk di atas takhta Daud? Mengapa harus dikejar-kejar untuk dibunuh? Bukankah seharusnya kemuliaan yang diperoleh? Pertanyaan-pertanyaan itu mungkin berkecamuk dalam hati mereka. Maria adalah seorang yang menyimpan di dalam hati segala perkara yang belum dapat ia mengerti. Jika kita terus membacanya, maka kita akan menyadari bahwa Maria adalah ibu yang hebat.
Setelah Tuhan Yesus bertumbuh dewasa, Ia melakukan pekerjaan-Nya dengan penuh kuasa. Ia kembali ke kampung halamannya, dan semua orang merasa heran. Tetapi mereka menolak-Nya, dan mengatakan bukankah Ia anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria? Bukankah saudara laki-laki dan saudara perempuanya ada bersama-sama dengan kita? Mereka memandang rendah Tuhan Yesus.
Sebagai seorang ibu, kesedihan meliputi Maria saat ia melihat anaknya diperlakukan dengan demikian. Maria juga menyaksikan bagaimana anaknya ditolak orang banyak sehingga harus disalibkan. Bukan hal mudah yang harus dipikul Maria sebagai seorang ibu dari Yesus. Tapi dia menerima rencana Allah tersebut.
Pada hari ini, apabila kita diberikan sebuah hal yang tidak mudah sebagai bagian dari rencana Allah, apakah kita juga akan rela menerimanya seperti Maria? Bisakah kita tetap melangkah maju dan bersukacita dalam Allah? Kiranya ini bisa menjadi bahan renungan kita pada hari ini. Tuhan menyertai kita semua.