SAUH BAGI JIWA
“Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: ‘Ibu, inilah, anakmu!’ ” (Yohanes 19:26)
“Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: ‘Ibu, inilah, anakmu!’ ” (Yohanes 19:26)
Kehilangan orang yang dicintai merupakan salah satu hal yang paling menyedihkan. Baik karena kematian atau perpisahan, seringkali hal ini merupakan salah satu penyebab kesedihan paling mendalam dalam kehidupan seseorang. Apalagi jika orang tua harus menyaksikan anaknya meninggal. Sungguh, itu adalah hal yang dapat menghancurkan hati.
Ketika Tuhan Yesus disalibkan, ibu-Nya, Maria, berada di sekitar-Nya. Bahkan Tuhan Yesus memanggil Maria. Penulis Injil Yohanes mencatatkan, “Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena. Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: ‘Ibu, inilah, anakmu!’ ” (Yoh 19:25-26). Maria melihat sendiri bagaimana anak-Nya harus menderita.
Setiap kali kita mengadakan Perjamuan Kudus, firman Tuhan memberitahukan kita untuk mengingat akan kematian-Nya di atas kayu salib demi kita. Kepala Tuhan Yesus yang ditusuk dengan mahkota berduri hingga berdarah; punggung Tuhan dicambuk hingga terkoyak. Belum lagi ketika memikul kayu salib, Tuhan Yesus begitu letih dan tidak memiliki tenaga lagi untuk memanggul kayu salib yang terbuat dari kayu sehingga Ia terjatuh; paku menembus tangan Nya. Kepala, punggung, dan tangan–semuanya penuh dengan darah.
Janganlah kita berpikir bahwa saat disakiti, Tuhan Yesus tidak merasakan apa-apa. Ia adalah manusia sama seperti kita, yang berdarah daging. Bahkan penulis surat Ibrani menekankan bahwa Yesus menjadi sama dengan manusia dan mendapat bagian dalam keadaan mereka (Ibr 2:14).
Maria berduka untuk Tuhan Yesus, sama seperti orang tua lainnya yang berduka untuk anaknya yang meninggal. Kita dapat bayangkan, bagaimana pedihnya hati Maria karena peristiwa itu.
Sebelumnya, Simeon sudah pernah memberitahukan penderitaan yang akan Maria lalui. Penulis Injil Lukas mencatatkan, “Lalu Simeon memberkati mereka dan berkata kepada Maria, ibu Anak itu: “Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan— dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri —, supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang”” (Luk 2:34-35).
Kata-kata ‘suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri’ ditunjukkan kepada Maria. Saat penyaliban, Maria merasakan kekejaman dari penyaliban. Kita yang sudah membaca tentang kisah Tuhan Yesus, mungkin dapat berkata dalam hati, “Maria seharusnya tidak perlu khawatir, nanti toh Yesus akan bangkit.” Namun, saat itu peristiwa kebangkitan-Nya belum terjadi. Menyaksikan sendiri kekejaman yang menimpa anaknya sungguh bagaikan pedang yang menembus jiwa Maria.
Mungkin kita pernah merasakan hal yang serupa seperti yang dirasakan Maria–suatu kesedihan yang sangat sulit untuk dihadapi. Namun, marilah kita bangkit dan tidak berlarut-larut dalam kesedihan. Kita yakin bahwa semua yang terjadi adalah atas seizin Tuhan dan yang terbaik untuk kita. Marilah kita juga memohon kepada Tuhan agar Ia memberikan kita kekuatan dan penghiburan untuk melalui waktu-waktu yang berat tersebut.