SAUH BAGI JIWA
“Permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian” (Amsal 9:10)
“Permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian” (Amsal 9:10)
Sejak mulai diperkenalkan dalam sebuah seminar internasional di San Fransisco pada tahun 1996, internet telah mengejutkan banyak orang dengan perkembangannya yang sangat pesat. Ibarat menanam benih pohon ajaib yang tiba-tiba membelah diri menjadi pohon raksasa yang tinggi menjulang, tidak ada yang dapat menahan lajunya perkembangan teknologi informasi. Orang mulai terbiasa mengakses internet, awalnya di “warung internet” (warnet) yang mulai menjamur pada masa itu. Di sisi lain, orang yang mampu secara ekonomi mulai membeli komputer yang harganya masih sangat mahal. Sekarang ini, mencari informasi apapun sudah sangat mudah di internet; ilmu pengetahuan maupun hiburan sangat dekat di depan mata. Para guru juga mulai mengajarkan murid-muridnya menggunakan komputer, bahkan sejak jenjang taman kanak-kanak. Laboratorium komputer mulai banyak dibangun di dalam lingkungan sekolah, terutama di sekolah-sekolah swasta.
Menyikapi perkembangan modern ini, banyak orangtua merasa bangga jika anak-anaknya menguasai teknologi ini. Saat ini, komputer dan internet tidak lagi menjadi benda asing di rumah. Di satu sisi, kehadiran internet membuat anak-anak senang tinggal di rumah, duduk nyaman di dalam kamarnya masing-masing dan tidak lagi banyak beraktivitas di luar rumah.
Di sisi lain, fenomena ini mulai dikeluhkan oleh para orangtua dan pendidik karena berdampak pada berubahnya pola bermain anak. Kegiatan anak yang semula berpusat pada kegiatan fisik dan bersosialisasi dengan anak-anak lainnya menjadi berubah total akibat adanya internet terutama sosial media. Anak-anak cenderung lebih menyukai permainan yang diakses melalui layar komputer yang bersifat individual dan tidak banyak melibatkan kegiatan fisik. Anak bisa mengakses informasi apa saja, entah itu yang baik dan bermanfaat maupun yang buruk dan tidak pantas, kapan dan di mana pun selama tersedia jaringan listrik dan internet.
Sebagai umat Tuhan, bagaimana kita menghadapi tantangan ini? Bagaimana kita dapat mengendalikan dan mengawasi anak-anak kita? Sebagai orangtua dan pendidik, kita memiliki keterbatasan karena anak-anak memiliki daya tangkap yang jauh lebih cepat daripada orang dewasa dalam hal penguasaan teknologi.
Hanya ada satu cara untuk mengawal anak-anak kita, yaitu dengan mengajarkan mereka untuk memiliki rasa takut kepada Tuhan melalui proses dan kegiatan rohani yang berkesinambungan. Jika anak takut kepada Tuhan, ia tidak akan berani melakukan hal yang tidak benar atau melihat hal-hal yang tidak patut meskipun orangtua atau guru-guru mereka tidak melihat perbuatan mereka karena mereka mengetahui bahwa Tuhan melihat segala sesuatu.
Permulaan hikmat ialah takut akan Tuhan. Ketika kita takut kepada Tuhan maka hikmat Tuhan akan menuntun kita dalam jalan kebenaran-Nya. “Takut akan TUHAN ialah membenci kejahatan; aku benci kepada kesombongan, kecongkakan, tingkah laku yang jahat, dan mulut penuh tipu muslihat” (Ams 8:13).
Bukan hanya anak-anak saja yang harus memiliki rasa takut ini, tetapi kita yang percaya kepada Tuhan Yesus harus memiliki rasa takut yang sama kepada Dia. Di mana pun kita berada dan apa pun yang kita lakukan dan kerjakan, Allah mengawasi. “Mata Tuhan ada di segala tempat, mengawasi orang jahat dan orang baik” (Ams 15:3).
Marilah kita lebih mengenal Pencipta kita yang kudus dengan rajin membaca firman-Nya, datang beribadah kepada Tuhan, menyembah Dia dan melayani-Nya. Biarlah kita senantiasa menjadi teladan bagi anak-anak kita dalam hal takut kepada Tuhan. “Dalam takut akan TUHAN ada ketenteraman yang besar, bahkan ada perlindungan bagi anak-anak-Nya” (Ams 14:26).