SAUH BAGI JIWA
“…sehingga dengan satu hati dan satu suara kamu memuliakan Allah dan Bapa Tuhan kita, Yesus Kristus” (Roma 15:6)
“…sehingga dengan satu hati dan satu suara kamu memuliakan Allah dan Bapa Tuhan kita, Yesus Kristus” (Roma 15:6)
Kita hidup di tengah masyarakat yang kurang memiliki rasa persatuan, dimana persaingan untuk meraih keuntungan materi adalah merupakan suatu hal yang biasa. Hal ini adalah merupakan warisan dari generasi yang telah lupa pada Penciptanya, sehingga mereka kehilangan arah dan tujuan hidup.
Di sisi lain, banyak juga yang telah menemukan Tuhan dan kebenaran, memperoleh hidup yang berarti dan bahagia. Kepada mereka telah diberikan pengharapan rohani yang kekal. Orang-orang percaya telah menjadi satu keluarga rohani di dalam Tuhan, hidup berdampingan secara damai, di tengah perbedaan ras, jenis kelamin, ataupun status. Jemaat bersama-sama bersatu hati mentaati firman Tuhan, melayani Dia dan memikirkan perkara yang di atas, bukan yang di bumi (Kol 3:2).
Gereja pada zaman rasul-rasul bertumbuh dan berhasil karena memiliki ketetapan hati yang seperti itu. Mereka menunjukkan persatuan mereka dengan membagikan harta mereka, bersekutu dan beribadah secara teratur. Maka tidaklah heran apabila Tuhan memberkati mereka dan menunjukkan kuasa yang besar dan heran di tengah-tengah mereka. Banyak yang menerima kekuatan dan kuasa untuk menginjil dan melakukan mukjizat, sekarang diperlengkapi dengan kebenaran yang diberikan oleh Roh Kudus.
Pengalaman-pengalaman dari gereja awal menunjukkan bahwa persatuan adalah kunci yang sangat penting dalam mencapai kesempurnaan rohani. Sebelum jemaat yang beriman hidup damai sebagai satu keluarga Allah, gereja tidak akan maju dan berhasil. Seperti ada pepatah yang mengatakan: “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”.
Pada masa-masa akhir pekerjaan-Nya, Tuhan Yesus sangat memperhatikan kebutuhan akan persatuan gereja. Tuhan mengetahui bahwa apabila gereja tidak bersatu, setiap jemaat akan hanyut dan menjadi sasaran empuk si Iblis. Dia dapat melihat bahwa Iblis adalah seperti seekor singa yang berkeliling dan mengaum-aum, mencari orang yang dapat ditelannya di setiap kesempatan. Oleh karena itu Tuhan Yesus berdoa kepada Allah: “Peliharalah mereka dalam namaMu, yaitu namaMu yang telah Engkau berikan kepadaKu, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita” (Yoh 17:11).
Salah satu alasan yang mungkin menyebabkan terjadinya perpecahan dalam rumah tangga Allah adalah perbedaan pemikiran dan sifat antara jemaat dalam kelompok umur yang berbeda yang disebut “Generation Gap”, yaitu sifat orang muda yang selalu menuruti kata hati dan sikap orang tua yang selalu berhati-hati.
Adanya perbedaan sifat karena faktor usia, untuk itu Alkitab juga mengutip pengajaran-pengajaran positif mengenai hal ini. Rasul Paulus menasihati Timotius untuk menghormati penatua (1Tim 5:17). Petrus juga menekankan orang-orang muda untuk tunduk kepada orang-orang yang tua (1Ptr 5:5). Sebaliknya, orang-orang yang tua hendaknya juga dapat menjadi teladan di dalam perkataan maupun perbuatan, dan jangan bangkitkan amarah di hati generasi muda (Ef 6:4).
Dalam Alkitab, terdapat rekan-rekan sekerja yang terkenal di dalam Perjanjian Lama yang memberikan contoh persaudaraan yang dibutuhkan gereja saat ini. Dalam peperangan di Rafidim, kemenangan bangsa Israel diperoleh melalui usaha keras Musa–mewakili generasi yang lebih tua, dengan dibantu oleh Harun dan Hur, untuk memohon di atas gunung dan melalui ketaatan dan keberanian Yosua–mewakili generasi yang lebih muda–yang melaksanakan perintah-perintah-Nya di dalam peperangan.
Di dalam setiap peperangan rohani, gereja memerlukan kekuatan dan tenaga dari dua generasi: dari laskar muda Allah untuk maju di garis depan pertempuran dan dorongan dari orang tua di belakang mereka dalam bentuk doa dan tuntunan yang terus-menerus. Hanya bila orang-orang muda dan orang-orang tua dapat bekerja sama sebagai satu tubuh, maka gereja dapat berkembang dan berita keselamatan dapat disebarkan ke seluruh penjuru dunia.