SAUH BAGI JIWA
“Sebab, kalau susu ditekan, mentega dihasilkan, dan kalau hidung ditekan, darah keluar, dan kalau kemarahan ditekan, pertengkaran timbul” (Amsal 30:33)
“Sebab, kalau susu ditekan, mentega dihasilkan, dan kalau hidung ditekan, darah keluar, dan kalau kemarahan ditekan, pertengkaran timbul” (Amsal 30:33)
Marah adalah luapan emosi, dan sebuah ekspresi atau respon seseorang terhadap sesuatu yang terjadi pada dirinya. Mengapa seseorang bisa marah? Mungkin ia menerima hal atau perlakuan yang tidak menyenangkan, atau terjadi perbedaan pemikiran. Setiap orang, baik anak-anak, remaja, maupun orang dewasa, pernah marah. Ini disebabkan karena manusia bukan robot yang tidak berperasaan. Manusia bisa merasa, baik itu sedih, bangga, bahagia, kecewa, kesal, dan marah.
Dalam kitab Amsal, tercatat bahwa kalau kemarahan ditekan, maka timbul pertengkaran. Jadi marah bisa menimbulkan perpecahan dan perselisihan. Ketika amarah dipendam, dan orang yang memendamnya akan terus terlarut dalam amarah. Keadaan ini dapat menimbulkan hal-hal yang tidak baik, seperti tersebut di atas.
Dalam kehidupan, ketika kita menghadapi hal-hal yang tidak menyenangkan, perlakuan yang buruk dari orang lain, atau perbedaan sengit dengan orang lain, kita dapat terjerumus dalam amarah. Ketika itu terjadi, apakah yang kita lakukan? Bila kita memendamnya berlarut-larut, tanpa kita sadari, amarah itu menjadi akar pertengkaran, perselisihan, perpecahan, dan kebencian.
Kitab Efesus pasal 4 ayat 26 menyebutkan, “Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu.” Jadi, apabila kita marah, janganlah sampai kita tenggelam berlarut-larut dalam amarah kita. Tetapi kita harus segera meredakan amarah kita.
Frase “matahari terbenam” sebenarnya adalah kiasan. Pada zaman Perjanjian Baru maupun Perjanjian Lama, terbenamnya matahari digunakan sebagai penanda berakhirnya kegiatan aktivitas sehari-hari maupun hal-hal penting yang segera harus dituntaskan, seperti halnya: membayar upah pekerja (Ul 24:15). Dengan kata lain, pada hari ini, bukan berarti kita boleh terus membiarkan amarah bekerja dalam hati kita dari pagi sampai matahari terbenam; melainkan amarah itu harus sesegera mungkin kita padamkan sebelum kita melanjutkan pada kegiatan aktivitas kita yang berikutnya. Sebab amarah yang tersimpan secara terus-menerus dapat dengan mudahnya memancing amarah yang lain dalam hati serta mempengaruhi pikiran, perkataan dan perbuatan yang akan kita lakukan berdasarkan amarah yang tersimpan sebelumnya. Jangan biarkan dosa memanfaatkan amarah kita.
Kiranya renungan ini dapat menjadi berkat dan menguatkan iman kerohanian kita. Segala puji dan hormat bagi kemuliaan nama Tuhan. Amin.