SAUH BAGI JIWA
Firman Tuhan mengingatkan kita bahwa ketamakan atau keserakahan adalah dosa di hadapan Tuhan. Umumnya, tidak akan ada seorangpun yang mau mengakui bahwa dirinya serakah. Melalui media massa, seringkali kita melihat bahwa para tersangka yang tertangkap basah melakukan praktek korupsi, justru secara terang-terangan membantah dan mengaku bahwa mereka tidak bersalah.
Ketamakan tidak serta-merta terjadi begitu saja tanpa sebab. Menurut surat Roma, perbuatan kejahatan, keserakahan ataupun kebusukan diawali dengan pemikiran bahwa mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Tuhan. Dengan kata lain, mereka menyangkal Tuhan (Rom 1:28-29). Oleh karena itu, mereka akhirnya memikirkan hal dan perbuatan yang terkutuk dan tidak pantas—berlawanan dengan kehendak Tuhan.
Sedangkan hasil dari keserakahan sendiri adalah: tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah (1Kor 6:9). Dalam suratnya kepada jemaat Korintus, rasul Paulus dengan rinci menjelaskan perbuatan-perbuatan apa saja yang dapat menyebabkan seseorang tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah, salah satunya adalah kikir, yang dalam versi bahasa Inggris diterjemahkan menjadi ketamakan. Dengan kata lain, seseorang yang terus-menerus hidup dalam keserakahan tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. Surga adalah bagi mereka yang berjuang dengan sungguh-sungguh untuk masuk. Marilah kita memisahkan diri dari keserakahan!
Cukup mengejutkan bahwa rasul Paulus menyetarakan perbuatan keserakahan dengan penyembahan berhala (Kol 3:5). Artinya, baik seorang penyembah berhala ataupun seorang yang serakah sama-sama mendatangkan murka Allah atas diri mereka. Oleh karena itu, rasul Paulus menasehatkan kita untuk segera “matikan” dalam diri kita segala sesuatu yang duniawi.
Jika kita masih membiarkan keduniawian “bertumbuh” dalam diri kita, maka Tuhan akan meninggalkan kita. Seseorang yang bekerja dengan giat dalam pelayanan gereja tidak menjadi jaminan bahwa orang tersebut akan dapat masuk ke dalam surga. Tetapi orang yang bergiat di dalam penyempurnaan rohani, dialah yang berhak masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Pengajaran firman Tuhan seringkali bertentangan dengan sifat kedagingan manusia yang penuh dengan hawa nafsu. Manusia ingin menyukakan tubuhnya sendiri. Artinya, jika saya merasa sesuatu hal itu baik untuk diri saya dan menyenangkan, maka saya akan lakukan—tanpa memikirkan apakah hal yang menyenangkan tersebut bertentangan dengan firman Tuhan atau tidak. Jika saya merasa tempat itu sangat nyaman dan enak, maka saya akan tetap berada di sana—tanpa memikirkan apakah hal tersebut membuat kita jatuh ke dalam dosa atau tidak.
Seringkali keinginan dan hawa nafsu pribadi-lah yang mengalahkan kehendak Tuhan. Pada akhirnya, hati nurani kita mati, tidak berperasaan, dan tidak lagi digerakkan oleh Roh Kudus. Surat
Jika apa yang kita inginkan berasal dari hawa nafsu kedagingan, matikanlah. Maka, kita sungguh-sungguh mengenakan manusia baru dalam Kristus. Ketaatan sepenuhnya di dalam Tuhan memang membutuhkan perjuangan dan harus melewati proses yang pahit—yaitu senantiasa bergumul untuk mematikan hawa nafsu duniawi yang ada dalam diri kita serta melatih dan menguasai tubuh seluruhnya.