SAUH BAGI JIWA
“Bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN” (Ulangan 8:3)
“Bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN” (Ulangan 8:3)
Nabi Amos pernah memberikan peringatan keras kepada umat Tuhan yang hanya hidup bermewah-mewahan, yang ranjangnya terbuat dari gading—kualitas terbaik, makan dengan daging domba dan lembu yang terbaik dengan iringan bunyi gambus dan nyanyian, yang bersenang-senang dengan anggur, dan yang berurap dengan minyak terbaik. Semua kesenangan yang demikian, meskipun terbaik dan termahal, hanyalah meredakan kesedihan sementara dan memuaskan keinginan daging semata-mata (Amos 6:3-6).
Mengapa umat Tuhan bersenang-senang dalam kemegahan itu? Sebab mereka menganggap hari malapetaka itu masih jauh; sama seperti orang-orang pada zaman Nuh yang sama sekali tidak memiliki perasaan mendesak ataupun rasa takut kepada Tuhan sehingga mereka tidak memikirkan tentang hukuman Tuhan yang segera tiba. Umat Tuhan pada zaman nabi Amos tidak menyadari bahwa Tuhan akan segera menyerahkan kota beserta segala isinya.
Umat Tuhan dalam kitab Amos bisa hidup secara mewah, tetapi mereka sama sekali tidak meratapi hancurnya keturunan Yusuf. Dengan kata lain, mereka tidak meratapi hancurnya rohani mereka. Bagaimanakah caranya Iblis menggoda umat manusia agar jatuh ke dalam dosa? Dengan cara menggodanya melalui kehidupan yang mewah.
Memiliki kemampuan untuk dapat makan dan minum, apalagi menikmati kelezatannya, adalah sebuah karunia—pemberian dari Tuhan. Tetapi jika kita sudah terobsesi dalam keserakahan hawa nafsu untuk makan dan minum, kita sudah jatuh ke dalam dosa. Di balik kelezatan, kemewahan dan kemegahan yang ditawarkan, ada kait beracun yang tersembunyi, yang akan menarik kita semakin jauh daripada Tuhan.
Dalam perjalanan penginjilan kami ke beberapa negara Afrika, saya mengamati bahwa sangatlah mudah untuk melakukan doa puasa di sana. Selain penduduknya sangat miskin, makanan pun sangat sulit didapat. Sedangkan, kita yang tinggal di negara yang berlimpah-ruah makanannya, justru merasa bingung karena begitu banyak macam jenis makanan yang dapat dipilih. Sungguh, merupakan tantangan tersendiri bagi kita di dalam melakukan doa puasa. Meskipun kita hidup secara nyaman dan berkelimpahan, sangat tidak mudah untuk menjalankan hidup dalam kesederhanaan.
Ketika kita berniat menjalankan kehidupan yang sederhana, maka kita akan memusatkan perhatian kepada hal-hal yang lebih berharga dibandingkan dengan mengejar kenikmatan pribadi. Jika kasih Tuhan ada dalam diri kita, maka apa yang kita miliki sesungguhnya juga adalah milik orang lain. Hanya kasih Tuhan-lah yang dapat membimbing kita kepada hidup yang sederhana bagi mereka yang tidak memiliki. Kejarlah keseimbangan hidup, bukan kepuasan hawa nafsu.
Nabi Amos dalam peringatannya, mengingatkan kembali umat Tuhan bahwa meskipun mereka hidup dalam kemewahan dan kepuasan jasmani, akan datang waktunya mereka akan menderita kelaparan dan kehausan—bukan akan makanan dan minuman—melainkan akan kebenaran firman Tuhan (Amos 8:11-12). Budaya masyarakat di sekeliling kita bisa saja mendorong dan mempengaruhi kita di dalam memuaskan keinginan daging dan hawa nafsu. Tetapi, biarlah kehidupan Tuhan Yesus, Yohanes Pembaptis, nabi Elia serta tokoh-tokoh Alkitab lainnya menjadi teladan di dalam menjalani kehidupan yang sederhana, penuh keseimbangan dan pengertian terhadap orang lain yang berkekurangan.