SAUH BAGI JIWA
“Tuhan mereka ialah perut mereka…pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara duniawi” (Filipi 3:19)
“Tuhan mereka ialah perut mereka…pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara duniawi” (Filipi 3:19)
Saat kita diberkati oleh Tuhan, apalagi dengan berlimpah, pikirkanlah bagaimana kita dapat membalas-Nya. Seringkali, ketika kita mendapat materi berlimpah, justru kita mengabaikan sisi rohani bahkan cenderung memusatkan perhatian hanya kepada makan dan minum dan melupakan tujuan hidup sesungguhnya. Jika kita terobsesi hanya dengan makan dan minum, fokus kehidupan kita akan tertuju pada dunia semata-mata.
Kepada jemaat di Filipi, rasul Paulus memberikan nasihat sambil menangis. Mengapa demikian? Sebab mereka telah menjadi seteru salib Kristus saat mereka menjadikan perut mereka sebagai Tuhan (Flp 3:18-19). Pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara duniawi, kepada kepuasaan hawa nafsu kedagingan. Akhirnya, mereka menjadi budak dari perut mereka sendiri dan tidak memikirkan perkara rohani.
Mengenai perkara rohani, rasul Paulus memberikan nasihat yang tegas dalam suratnya kepada jemaat di Kolose, “…carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada… Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi. Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah” (Kol 3:1-3). Ketika Tuhan Yesus menebus kita dari dosa, kita sesungguhnya telah mati bagi perkara dunia—termasuk hawa nafsu kedagingan.
Ketika pusat perhatian hidup kita hanya kepada kepuasan jasmani, apalagi persoalan hawa nafsu menikmati makanan dan minuman yang memuaskan hati, maka tidak ada ruang, waktu dan tenaga lagi untuk memusatkan pikiran kita pada perkara yang di atas—yaitu apa yang dapat kita lakukan bagi Tuhan dan tujuan hidup yang Tuhan telah berikan kepada kita.
Ketika dua orang berbincang-bincang, jika yang seorang sedang memusatkan pikiran pada hal yang lain, maka apa yang sedang dibicarakan oleh lawan bicaranya tidak akan didengarkannya. Ada sebuah cerita, seorang peneliti karena terlalu memusatkan perhatiannya pada pekerjaannya, sampai-sampai ia memasukkan jam tangannya sendiri pada penggorengan saat ia hendak menggoreng sebuah telur.
Penulis Injil Matius pernah menekankan bagaimana generasi keturunan Nuh hanya memusatkan perhatian mereka pada perkara duniawi, kesenangan jasmani, pesta pora dan mabuk-mabukkan. Mereka sebenarnya pada waktu itu sudah mendengarkan peringatan yang diberikan oleh Nuh, tetapi peringatan itu tidak dimasukkan ke dalam hati. Hal demikian sungguh berbahaya. Saat kita sudah mendengar peringatan firman Tuhan tetapi hati kita sama sekali tidak tersentuh, maka kita tidak akan memikirkan perkara peringatan tersebut. Kebenaran firman Tuhan tidak akan tumbuh di dalam hati. Pikiran yang hanya terpusat pada perkara duniawi akan membawa diri kita kepada kehancuran.