SAUH BAGI JIWA
“Perbuatan daging telah nyata…kemabukan, pesta pora dan sebagainya” (Galatia 5:19, 21)
“Perbuatan daging telah nyata…kemabukan, pesta pora dan sebagainya” (Galatia 5:19, 21)
Surat Galatia 5 mencatat kemabukan dan pesta pora sebagai perbuatan daging, yaitu pelahap dan peminum. Maksud dari kemabukan dan pesta pora adalah perbuatan yang dilandaskan atas dasar hawa nafsu. Rasul Paulus menasihatkan bahwa ketika kita hidup oleh Roh maka kita tidak akan menuruti keinginan daging. Dengan demikian, perbuatan makan dan minum secara berlebihan, yaitu melampiaskan hawa nafsu, adalah kedagingan atau dosa. Jika hidup kita dipenuhi oleh Roh Kudus, maka hidup tidak lagi dikuasai oleh hawa nafsu.
Jika dalam diri kita sama sekali tidak ada penguasaan diri, maka kita tidak akan lagi memusatkan tujuan hidup kita pada Tuhan. Bahkan, mulai timbul rasa kekuatiran, apakah yang harus saya makan pada hari ini, besok dan lusa? Kekuatiran yang sama seperti bangsa Israel yang merindukan daging serta kenikmatan sajian makanan hasil bumi di Mesir. Gaya hidup demikian, yang hanya ingin memuaskan keinginan hawa nafsu daging, akan membuat kita lupa pada tujuan hidup yang telah diberikan oleh Tuhan.
Apakah itu tujuan hidup yang telah diberikan oleh Tuhan? Dalam surat 1 Korintus, rasul Paulus menuliskan, “Jika orang mati tidak dibangkitkan, maka ‘marilah kita makan dan minum, sebab besok kita mati’” (1Kor. 15:32). Alasan mengapa rasul Paulus tetap berpendirian pada imannya meskipun mendapat pergumulan dan perlawanan yang sangat hebat dari orang lain adalah karena pengharapan kepada Yesus Kristus, pengharapan pada kebangkitan. Jika memang tidak ada harapan akan kebangkitan, marilah kita makan dan minum sebab nantinya manusia akan mati juga—sindir rasul Paulus. Maka, ketika tujuan hidup kita tidak lain hanya untuk memenuhi keinginan daging dalam hal makanan dan minuman, ini justru menunjukkan bahwa hidup kita tidak memiliki pengharapan akan kebangkitan sama sekali. Kita telah meninggalkan tujuan hidup semula.
Makan dan minum kelihatannya adalah hal yang sepele. Namun, dari hal yang sepele tersebut yaitu hawa nafsu karena makanan, Esau sampai-sampai rela menukarkan warisannya. Dia tidak peduli dan memandang ringan akan berkat Tuhan. Ia lebih memilih untuk memuaskan nafsu kedagingannya. Ketika masa depannya, hak kesulungannya, dipertaruhkan, ia sama sekali tidak peduli.
Manusia memiliki hawa nafsu untuk makan, minum, keinginan daging, keangkuhan hidup ataupun keinginan mata. Tetapi jika hidup kita semata-mata untuk memuaskan nafsu-nafsu tersebut, maka hidup kita akan menuju kepada kehancuran. Dalam penganiayaan, umumnya seseorang akan menjadi lebih tekun dan rajin dalam doanya setiap hari, bukankah demikian? Justru di dalam kedamaian, kesenangan dunia, kemakmuran hidup-lah hidup kita akan digoda dan dijerat sehingga akhirnya kita kehilangan kewaspadaan dan tidak berjaga-jaga dalam iman. Hidup yang telah dikuasai oleh hawa nafsu akan membuat diri kita mengingini lebih lagi, sampai kepada titik keserakahan.
Semakin seseorang dikuasai oleh hawa nafsu, semakin Iblis akan menjeratnya dengan keinginan daging yang lebih lagi hingga akhirnya ia terbenam, terkubur oleh hawa nafsu tersebut dan meninggalkan hidup kekal.