SAUH BAGI JIWA
“Karena perintah itu pelita, dan ajaran itu cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan” (Amsal 6:23)
“Karena perintah itu pelita, dan ajaran itu cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan” (Amsal 6:23)
Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita menegur anak kita, saudara, teman atau orang lain yang tidak kita kenal. Ketika ada yang melakukan pelanggaran di tempat umum seperti mencoret-coret fasilitas umum, tidak mau antri atau membuang sampah tidak pada tempatnya, adakalanya kita menegur mereka. Orang tua menggunakan kata-kata teguran untuk mendisiplinkan anak dengan caranya masing-masing. Ada yang menegur dengan cara membentak di depan umum, ada yang menggunakan teriakan yang keras sambil memberikan pukulan. Ada juga yang menegur dengan kata-kata kasar berulang-ulang tanpa alasan yang jelas sehingga meninggalkan luka dalam hati anak-anaknya.
Banyak orang juga menggunakan teguran dengan tujuan mendidik. Lewat komunikasi yang baik, mereka berbicara dari hati ke hati, mendengarkan alasan dan cerita mereka, menunjukan kesalahannya, lalu bersama-sama mencari jalan keluar. Dengan hati yang penuh kasih dan kesabaran, kita berusaha memastikan agar anak-anak kita tidak mengulangi kesalahan yang sama di masa depan. Alkitab menuliskan, “Teguran yang mendidik itu jalan kehidupan.” Ketika teguran itu disampaikan dengan cara yang tepat, perkataan itu akan menyelamatkan masa depan mereka.
Firman Tuhan menasihati kita: “Lebih baik teguran yang nyata-nyata dari pada kasih yang tersembunyi.” (Ams 27:5). Namun pada kenyataannya tidak semua orang suka ditegur karena orang umumnya selalu merasa dirinya benar. Dengan sikap rendah hati, seseorang bisa merenungkan teguran tersebut dan Tuhan akan membantu agar kita bisa melihat kesalahan yang sudah diperbuat. Tuhan Yesus berulang kali juga menegur orang Farisi, para imam, ahli Taurat dan tua-tua orang Yahudi. Bahkan Tuhan Yesus melontarkan kata-kata kecaman agar mereka berbalik dan bertobat dari perbuatannya yang salah. Namun, bukannya menanggalkan perbuatan yang tidak benar, mereka malah berunding membuat rencana untuk menangkap Yesus dengan tipu muslihat untuk membunuh Dia (Mat. 26:4). Mereka bukan saja tidak mau bertobat, bahkan mereka menambah kesalahan baru.
Sebagai anak-anak Allah, terkadang kita juga mendapat teguran dari Tuhan lewat hajaran-Nya. Seperti dalam firman-Nya, “Karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak.” (Ibr 12:6) Teguran yang kita terima kadang terasa keras dan sulit diterima. Namun, beberapa waktu kemudian kita menyadari bahwa hajaran itu adalah didikan Tuhan untuk menempa hidup kita agar karakter Kristus ada di dalam diri kita. Dengan demikian, kita menjadi kuat, bukan menjadi anak-anak gampang (ayat 8), kuat menghadapi tempaan dan kondisi yang mungkin tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Mari kita menerima teguran yang mendidik dengan rendah hati karena itu akan membawa kita pada jalan kehidupan. Haleluya!