SAUH BAGI JIWA
“Aku diajari ayahku, katanya kepadaku: ‘Biarlah hatimu memegang perkataanku; berpeganglah pada petunjuk-petunjukku, maka engkau akan hidup. Perolehlah hikmat, perolehlah pengertian, jangan lupa, dan jangan menyimpang dari perkataan mulutku. Janganlah meninggalkan hikmat itu, maka engkau akan dipeliharanya, kasihilah dia, maka engkau akan dijaganya’” (Amsal 4:4-6)
“Aku diajari ayahku, katanya kepadaku: ‘Biarlah hatimu memegang perkataanku; berpeganglah pada petunjuk-petunjukku, maka engkau akan hidup. Perolehlah hikmat, perolehlah pengertian, jangan lupa, dan jangan menyimpang dari perkataan mulutku. Janganlah meninggalkan hikmat itu, maka engkau akan dipeliharanya, kasihilah dia, maka engkau akan dijaganya’” (Amsal 4:4-6)
Ada sebuah peribahasa: Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama. Pepatah ini berbicara tentang warisan yang diturunkan dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Capaian sebuah generasi akan menjadi kebanggaan generasi selanjutnya, dan generasi penerus diharapkan menghasilkan capaian yang akan memuliakan generasi pendahulunya. Sayangnya, generasi penerus belum tentu memperoleh capaian yang baik dan justru mengalami kemerosotan bahkan kejatuhan.
Salomo telah menerima ajaran dari keluarganya ketika ia masih tinggal di rumah ayahnya sebagai seorang anak. Ayahnya ingin agar Salomo berpegang pada segala perkataan dan petunjuk-petunjuknya supaya hidupnya baik (4-6). Meskipun seorang anak tidak lagi tinggal bersama-sama dengan orang tuanya, hendaknya ajaran itu jangan dilupakan.
Melalui tulisannya, Salomo ingin anak-anaknya mempunyai hati yang mencintai didikan dan mempersiapkan generasi penerusnya untuk mengenal hikmat yang datangnya dari Allah, seperti yang tertulis dalam Mazmur 78:6, “Supaya dikenal oleh angkatan yang kemudian, supaya anak-anak, yang akan lahir kelak, bangun dan menceritakannya kepada anak-anak mereka.”
Salah satu masalah yang menghalangi pertumbuhan rohani seseorang adalah kuatnya pengaruh hikmat dunia dalam hidup anak-anak Tuhan. Pengaruh dunia ini bagaikan semak duri yang menghimpit benih firman Tuhan sehingga tidak dapat menghasilkan buah (Mat 13:22). Oleh sebab itu, peran keluarga sangatlah penting untuk memberikan didikan tentang hikmat Allah kepada anak-anak. Jika ingin anak-anak kita memperoleh kehidupan yang baik, mereka harus dididik untuk mencintai hikmat Allah.
Orangtua adalah pengajar terbaik bagi anak-anaknya. Ketika orangtua berpandangan bahwa kebahagiaan dan keberhasilan anak-anaknya hanyalah berasal dari hikmat dunia, pada akhirnya mereka akan terobsesi oleh kebahagiaan dan kesuksesan yang fana. Karena itu, tidak sedikit generasi muda yang mencondongkan hatinya kepada hal-hal yang bersifat fana.
Agar bisa memperoleh pemeliharaan Allah, kita harus mencari hikmat-Nya (Yak 1:5). Yesus Kristus adalah perwujudan hikmat Allah (1Kor 1:30). Sebagai orangtua, marilah kita mendidik anak-anak kita dengan hikmat Allah. Sebagai anak-anak, dengarkanlah didikan ini supaya kelak pengertian akan Allah bisa dimiliki turun-temurun. Amin.