SAUH BAGI JIWA
“Karena Tuhan memberi ajaran kepada yang dikasihi-Nya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi” (Amsal 3:12)
“Karena Tuhan memberi ajaran kepada yang dikasihi-Nya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi” (Amsal 3:12)
Tuhan mengasihi umat-Nya sama seperti seorang ayah mengasihi anaknya. Seorang ayah mendidik anaknya sejak kecil, mengajarkan berbagai hal dan memberikan contoh kepada anaknya. Didikan ayah tidak selalu enak dan menyenangkan. Adakalanya, ajaran itu berbentuk teguran, hardikan, atau bahkan hajaran. Namun, apapun bentuknya, tujuannya hanya satu, yaitu mendidik anaknya agar dapat menjadi pribadi yang baik dan berguna.
Demikian juga dengan Tuhan kita. Tuhan juga mendidik kita dalam banyak hal dan melalui berbagai cara. Pada zaman Perjanjian Lama, Tuhan memberikan Sepuluh Perintah Allah kepada bangsa Israel, yang berisi hukum, perintah, dan pedoman hidup bagi mereka. Keluaran 24:12 mencatat, “TUHAN berfirman kepada Musa: ‘Naiklah menghadap Aku, ke atas gunung, dan tinggallah di sana, maka Aku akan memberikan kepadamu loh batu, yakni hukum dan perintah, yang telah Kutuliskan untuk diajarkan kepada mereka.’” Sedangkan pada masa Perjanjian Baru, Tuhan mengajar melalui firman-Nya yang terdapat di dalam Alkitab. Rasul Paulus berkata, “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” (2 Timotius 3:16). Selain itu, Tuhan Yesus juga memberikan teladan selama Ia hidup di dunia.
Pada masa Perjanjian Lama, Allah seringkali memberikan peringatan dan menegur umat-Nya ketika mereka melanggar perintah-Nya. Bahkan, kadang kala, Ia menjatuhkan hukuman yang mematikan. Ketika Uza mengulurkan tangannya dan memegang tabut Allah saat lembu-lembu yang membawa tabut tergelincir, Allah langsung murka dan membunuhnya. Allah telah memerintahkan bahwa tidak seorang pun boleh memegang tabut Allah, sebab tabut itu kudus. Mungkin, kita menganggap tindakan Allah ini terlalu kejam. Namun, melalui peristiwa ini, Allah ingin mengajar dan mengingatkan umat-Nya bahwa mereka harus benar-benar menjunjung tinggi kekudusan dan menghormati Allah.
Saat ini, peringatan dan hukuman langsung dari Allah seperti ini tidak terjadi lagi. Namun, Allah tetap mendidik dan mengingatkan dalam bentuk lain, misalnya melalui hati nurani kita, orang-orang di sekitar kita, masalah-masalah yang kita hadapi, atau fenomena alam. Oleh karena itu, ketika menghadapi suatu masalah, apa pun itu, kita harus lebih dahulu menyelidiki diri sendiri apakah ada kesalahan yang telah kita perbuat kepada Allah. Kita harus memiliki kepekaan, segera menyadari kesalahan kita dan bertobat.
Selain itu, kita juga harus merenungkan mengapa hal itu terjadi atas diri kita dan apa maksud Tuhan di balik semua itu. Paulus berkata, “Kita tahu sekarang bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” (Rm 8:28).
Apa pun bentuk didikan Tuhan, apakah itu berupa pengajaran, peringatan, teguran, atau hukuman, semua itu semata-mata ditujukan untuk kebaikan kita. “Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia.” (Mzm 103:13). Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati (Mzm 25:9).
Akhirnya, ingatlah: “Siapa mengindahkan didikan, menuju jalan kehidupan, tetapi siapa mengabaikan teguran, tersesat.” (Ams 10:17)