SAUH BAGI JIWA
“Hikmat berseru nyaring di jalan-jalan, di lapangan-lapangan ia memperdengarkan suaranya, di atas tembok-tembok ia berseru-seru, di depan pintu-pintu gerbang kota ia mengucapkan kata-katanya. ‘Berapa lama lagi, hai orang yang tak berpengalaman, kamu masih cinta kepada keadaanmu itu, pencemooh masih gemar kepada cemooh, dan orang bebal benci kepada pengetahuan?’” (Amsal 1:20-22)
“Hikmat berseru nyaring di jalan-jalan, di lapangan-lapangan ia memperdengarkan suaranya, di atas tembok-tembok ia berseru-seru, di depan pintu-pintu gerbang kota ia mengucapkan kata-katanya. ‘Berapa lama lagi, hai orang yang tak berpengalaman, kamu masih cinta kepada keadaanmu itu, pencemooh masih gemar kepada cemooh, dan orang bebal benci kepada pengetahuan?’” (Amsal 1:20-22)
Ada sebuah cerita tentang seorang pemuda miskin yang tidak mempunyai uang dan makanan sedikit pun. Lalu, seorang tetangganya datang dan memberinya tiga buah jagung. Pemuda itu merebus satu jagung di pagi hari dan satu lagi di sore hari. Sisanya ditanam di ladang. Dua bulan kemudian si pemuda bisa memanen ratusan jagung di ladangnya. Sepertiganya ditanam kembali, yang lain untuk persediaan bahan makanan dan sebagian lagi dijual. Beberapa tahun kemudian pemuda miskin tersebut menjadi petani jagung yang berhasil. Kata orang, itulah hikmat.
Hikmat berbeda dengan pengetahuan. Hikmat adalah kemampuan berpikir, yang disertai dengan tindakan yang didasarkan atas pengetahuan, wawasan dan pikiran yang bersih. Hikmat adalah pemberian Tuhan, sedangkan pengetahuan dihasilkan dari pemikiran, proses belajar dan pengalaman pribadi seseorang. Jadi, hal yang membedakan antara hikmat dan pengetahuan adalah sumbernya. Hikmat dari Tuhan seringkali disebut hikmat yang dari atas. Sebaliknya, hikmat yang dari bawah berasal dari dunia, bisa dari manusia atau dari si Iblis (Yak 3:15).
Hikmat dari Tuhan bersifat murni, tidak terkontaminasi atau tercampur dengan pikiran-pikiran manusia duniawi. Orang yang memiliki hikmat rohani bersifat pendamai, ramah, penuh belas kasihan, memiliki perbuatan yang baik, tidak memihak, tidak munafik dan menjalankan kebenaran. Jika kita masih bersikap iri hati, egois atau selalu mementingkan diri sendiri, sering menyebabkan kekacauan dan berbuat jahat, bisa dipastikan bahwa hikmat yang kita miliki berasal dari dunia (Yak 3:13-17).
Saudaraku, dalam Amsal 1:20-22 tertulis, “Hikmat berseru nyaring di jalan-jalan, di lapangan-lapangan, di atas tembok-tembok, di depan pintu-pintu gerbang kota.” Artinya, hikmat memperdengarkan suaranya di segala tempat untuk menyadarkan orang-orang yang tidak berpengalaman dan tidak berhikmat agar segera mendengar teguran-Nya dan kembali kepada hikmat Allah. Saat ini, firman Tuhan juga berlaku sama bagi kita semua. Jangan terlambat dan menyia-nyiakan kesempatan yang masih ada sehingga kita bisa menemukan kembali hikmat rohani itu (Ams 1:27-28). Haleluya.