SAUH BAGI JIWA
“Dari Paulus…dan kepada jemaat di rumahmu” (Filemon 1: 1-2)
“Dari Paulus…dan kepada jemaat di rumahmu” (Filemon 1: 1-2)
Dalam surat rasul Paulus kepada Filemon, cukup menarik bahwa kata “rumah” dalam bahasa aslinya dapat diterjemahkan secara harfiah menjadi “keluarga.” Dengan demikian, frase pada ayat 2 dapat berbunyi seperti berikut, “kepada persekutuan (gereja) yang ada di keluargamu.” Dengan kata lain, keluarga Filemon adalah gereja, dan terdapat persekutuan dalam keluarganya.
Dalam suratnya, rasul Paulus sesungguhnya ingin mendamaikan Onesimus, pihak yang bersalah, dengan Filemon, pihak yang dirugikan. Namun, pencantuman “rumahmu” atau “keluargamu” di dalam surat bukanlah sekedar formalitas belaka. Harapan pendamaian Paulus adalah ketika Filemon mau mengampuni dan menerima Onesimus kembali, maka persekutuan dalam Tuhan juga dapat diperluas antara keluarga Filemon dengan Onesimus—sehingga mereka semua dapat bersama-sama menjadi anggota keluarga besar Kristus.
Pada hari ini, kita begitu bergiat terhadap pekerjaan pelayanan gereja; meluangkan begitu banyak waktu dalam rapat maupun berbagai macam perencanaan program gereja—sehingga tanpa sadar, kadangkala anggota keluarga—pasangan, anak-anak, orangtua—menjadi terlantarkan. Padahal, mereka adalah anggota keluarga Kristus, mereka juga adalah gereja! Sudahkah kita meluangkan waktu dan bergiat juga untuk mereka dan pertumbuhan iman mereka?
Firman Tuhan pun mengingatkan kita bahwa pasangan hidup adalah teman pewaris dari kasih karunia Tuhan, yaitu kehidupan yang dari Tuhan; dan anak-anak adalah milik pusaka Tuhan (1 Pet 3:7; Mzm 127:3). Oleh karena itu, kitalah yang perlu untuk menjadi “cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati” dalam mengatur dan membagi waktu.
Terkadang, dalam semangat kita untuk bergiat bagi Tuhan, tanpa sadar kita mengotak-ngotakkan antara waktu untuk gereja dengan waktu untuk keluarga. Akhirnya, kita lebih memprioritaskan yang satu dan menomor-duakan yang satunya. Pertumbuhan kehidupan kerohanian keluarga menjadi terabaikan.
Tokoh-tokoh dalam Alkitab justru memberikan teladan sebaliknya. Pelayanan dalam Tuhan dilakukan secara bersama-sama oleh para anggota keluarga; bukan salah satu anggota saja.
Kornelius, dalam kitab Kisah Para Rasul dicatatkan bahwa “ia saleh, ia serta seisi rumahnya takut akan Allah” (Kis 10:2). Dalam bahasa Yunani, kata “serta” merupakan kata depan yang digunakan sebagai penyambung subyek. Adapun kata depan tersebut berfungsi untuk menggabungkan kedua subyek di dalam perbuatan atau tugas yang dimaksud. Dengan kata lain, Kornelius bersama-sama dengan anggota keluarganya adalah orang-orang yang saleh dan takut akan Tuhan; bukan Kornelius seorang diri yang saleh sedang anggota keluarganya tidak.
Berbeda halnya dengan imam Eli, yang dicatatkan dalam dalam kitab 1 Samuel, yang telah menyandang jabatan imam—seorang pelayan Tuhan—tetapi secara iman dan kehidupan kerohanian tidak sejalan dengan kedua anaknya. Ayah dan anak-anaknya, masing-masing pihak berjalan sendiri-diri dan tidak menjadi satu-kesatuan di dalam melayani Tuhan—bahkan kedua anak imam Eli sama sekali tidak mengindahkan Tuhan. Sungguh sangat disayangkan!
Pada hari ini, gereja begitu mementingkan program mezbah keluarga; sehingga setiap anggota keluarga perlu untuk bertumbuh secara rohani. Dengan demikian, bagaimana mungkin kita dapat melayani pekerjaan gereja, tetapi di sisi lain kita mengabaikan keluarga—yang juga adalah jemaat Allah? Kiranya kita sebagai bagian dari anggota keluarga, dapat memberikan teladan dan dukungan kepada seisi rumah untuk bertumbuh dalam Tuhan; sama seperti Filemon bersama-sama dengan seisi rumahnya—yang adalah jemaat Allah yang bersekutu.