SAUH BAGI JIWA
“Roh yang ditempatkan Allah di dalam diri kita, diinginiNya dengan cemburu!” (Yakobus 4:5)
“Roh yang ditempatkan Allah di dalam diri kita, diinginiNya dengan cemburu!” (Yakobus 4:5)
Melalui surat Yakobus, Tuhan memberitahukan bahwa kita, umat-Nya, diingini oleh-Nya dengan cemburu. Apakah maksudnya? Tuhan sangat tidak menyukai jika kita tidak setia kepada-Nya. Namun, kalau perbuatan cemburu itu sendiri buruk, mengapa Tuhan sendiri cemburu terhadap diri kita?
Ada dua jenis kecemburuan. Yang pertama, rasa cemburu secara nafsu kedagingan, yaitu kecemburuan yang berasal dari Iblis, dari dunia. Yang kedua, rasa cemburu karena rasa kasih terhadap Tuhan dan terhadap manusia. Maksudnya, saat seorang umat Tuhan beralih mengasihi dunia, maka Roh Kudus Tuhan yang tinggal dalam diri kita menjadi cemburu secara rohani, mengkuatirkan diri kita. Bagaikan sang mempelai pria yang merasa kuatir terhadap mempelai perempuan. Jika kita tidak mengubah sikap gaya hidup kita, maka kita tidak akan memiliki hubungan yang baik dengan-Nya. Di hadapan Tuhan, itulah ketidaksetiaan.
Tuhan pernah berfirman melalui perantaraan nabi Hosea, “Pergilah, kawinilah seorang perempuan sundal…karena negeri ini bersundal hebat dengan membelakangi Tuhan” (Hos 1:2). Perintah Tuhan kepada nabi Hosea untuk mengambil istri seorang perempuan sundal melambangkan bangsa Israel yang telah berubah setia kepada Tuhan dengan menyembah berhala—perbuatan sundal secara rohani. Mereka bagaikan perempuan sundal, namun Tuhan tetap mencintai mereka.
Bagaimanakah sikap bangsa Israel pada zaman nabi Yehezkiel di dalam menyembah Tuhan? Firman Tuhan datang menegur mereka dengan keras, sebab “sebagai umat-Ku, mereka mendengar apa yang kau ucapkan, tetapi mereka tidak melakukannya; mulutnya penuh dengan kata-kata cinta kasih, tetapi hati mereka mengejar keuntungan yang haram” (Yeh 33:31). Secara mulut, mereka mencintai Tuhan tetapi secara sikap perbuatan, mereka malah mengejar kepentingan diri sendiri dan kekayaan duniawi.
Sikap demikian menyebabkan benih firman Allah tidak dapat bertumbuh, bahkan semak duri—yaitu kekuatiran, kekayaan dan kenikmatan hidup—mencekiknya sampai mati. Pertumbuhan iman membutuhkan hati yang tepat. Ketika hati kita sudah beralih kepada dunia, maka hati tersebut sudah tidak lagi berada di pihak Allah dan tidak bersama-sama lagi dengan-Nya. Maka Tuhan akan berpaling daripada kita, sehingga iman kepercayaan yang kita miliki hanya menjadi formalitas belaka.
Terlalu kuatir akan kehidupan sehari-hari juga bukanlah hal yang baik, karena sikap tersebut membuat kita sulit untuk mendekat dan bersandar sepenuhnya kepada Tuhan. Hati yang selalu dipenuhi oleh kekuatiran dunia membuat kita merasa sulit untuk mempercayai janji Tuhan. Tantangan, kesusahan dan permasalahan hidup yang berada di hadapan kita bagaikan duri-duri semak yang menusuk dan mencekik benih iman sehingga sulit rasanya untuk mengimani pemeliharaan Tuhan dan mengucap syukur atas berkat yang telah kita terima.
Kitab Amsal 23:26 menuliskan, “Hai anakku, berikanlah hatimu kepadaku…” Kita semua adalah anak-anak Tuhan, tetapi dimanakah hati kita berada saat ini dalam kehidupan sehari-hari? Dalam doa, marilah kita memohon kepada Tuhan agar kiranya hati kita berada di dekat-Nya. Kekayaan, kesenangan hidup serta kekuatiran dunia tidak akan membuat iman kita bertumbuh, bahkan sebaliknya, akan mencekik iman hingga mati.
Jika kita tidak segera beralih dari hal-hal demikian, maka cepat atau lambat hati kita akan berpaling daripada Tuhan, menjadi musuh Tuhan. Inilah ujian terbesar dalam hidup kita. Apakah kita setia mengasihi Tuhan ataukah kita mengasihi dunia?