SAUH BAGI JIWA
“Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah?” (Yakobus 4:4)
“Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah?” (Yakobus 4:4)
Kata “ketidaksetiaan” atau dalam bahasa Inggrisnya, infidelity memiliki dua pengertian menurut kamus Oxford. Yang pertama adalah terhadap manusia, yaitu sikap atau perbuatan tidak setia kepada pasangan hidupnya. Pengertian kedua adalah ketidaksetiaan dan ketidak-percayaan dalam iman kepada Tuhan.
Kitab Wahyu 19:7-9 menceritakan tentang perkawinan Anak Domba, yaitu Yesus Kristus, dengan pengantin mempelai perempuanNya, yaitu gereja atau jemaat. Firman Tuhan seringkali menggunakan hubungan pernikahan sebagai perlambangan hubungan kita dengan Tuhan Yesus. Menurut kitab Wahyu, pada hari perkawinan Anak Domba, jemaat yang telah siap sedia dan yang mengenakan kain lenan halus berkilauan putih bersih—yaitu perbuatan benar dari orang kudus akan berhadap-hadapan dengan Tuhan dan tinggal bersama-Nya selama-lamanya.
Hubungan manusia dengan Tuhan bagaikan sebuah perjanjian pernikahan rohaniah, yang jauh melebihi perjanjian pernikahan jasmaniah. Suatu kali, beberapa orang Saduki bertanya kepada Yesus seputar pernikahan dan kebangkitan orang mati. Jika seorang suami meninggal, lalu menurut tradisi orang Yahudi, saudaranya harus menikah dengan istrinya itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu (Mat 22:24-29). Lalu pada hari kebangkitan, siapakah yang akan menjadi suami dari perempuan tersebut?
Tuhan Yesus dengan tegas menjelaskan bahwa di sorga, tidak ada lagi hubungan pernikahan jasmaniah. Pada hari kebangkitan, manusia tidak lagi hidup untuk kawin dan dikawinkan, melainkan akan hidup seperti malaikat. Dengan kata lain, di sorga, hubungan manusia dengan Tuhan adalah di dalam roh—jauh melebihi hubungan secara fisik pernikahan. Secara rohani, saat kita menjadi percaya dan dibaptis dalam darah Kristus, Tuhan telah membuat perjanjian dengan kita layaknya sebuah pernikahan rohani, yaitu kita menjadi milik Tuhan dan sebaliknya, Tuhan menjadi milik kita. Pernikahan antara Anak Domba dengan mempelai perempuan.
Penulis surat Yakobus pernah menegur jemaat mula-mula dengan teguran yang sangat keras. Ia menyebut mereka sebagai “orang-orang yang tidak setia” (Yak 4:4). Dalam versi bahasa Inggris NKJV, lebih keras lagi, yaitu adulterers and adulteresses—jikalau diartikan secara harfiah menjadi “laki-laki pezinah dan perempuan pezinah.” Tentunya, teguran yang dimaksud bukanlah berzinah dalam arti fisik atau jasmaniah, melainkan mereka telah berzinah secara rohani di hadapan Tuhan. Bagaimana mungkin?
Ayat 4 menegaskan bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah. Inilah perzinahan rohani, ketidaksetiaan rohani—bersahabat dengan dunia. Tuhan telah menebus dosa kita dengan darah-Nya, diri kita telah dibayar lunas oleh pengorbanan-Nya. Terlebih lagi, kita adalah mempelai perempuan Kristus yang telah dipersiapkan pada hari kebangkitan nanti! Masihkah kita berlaku tidak setia melalui pertemanan kita dengan dunia?