SAUH BAGI JIWA
“Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat.” (Yakobus 3:16)
“Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat.” (Yakobus 3:16)
Iri hati adalah keinginan daging dan tidak berasal dari Tuhan. Berhati-hatilah jika hati kita telah dipenuhi oleh perasaan iri hati. Surat Yakobus memberitahukan, hikmat yang berasal dari atas, dari Tuhan, adalah murni, lemah lembut, pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan, tidak memihak dan tidak munafik. Seseorang yang dipenuhi oleh hikmat dari atas, orang itu tidak akan ada rasa iri hati dalam dirinya.
Lalu, dari manakah asalnya rasa iri hati tersebut? Penulis surat Yakobus memperingatkan bahwa jika kita menaruh perasaan iri hati dan mementingkan diri sendiri, itu bukanlah hikmat yang datang dari atas, tetapi dari dunia, dari nafsu manusia, dari setan-setan (Yak 3:14-15). Dengan kata lain, keirihatian berasal dari dunia, nafsu kedagingan manusia dan berasal dari Iblis. Perbuatan yang bersumber dari iri hati adalah kejahatan.
Perasaan iri hati akan menghasilkan kesombongan diri dan kebohongan, sehingga lambat laun kehidupan kita pribadi akan berpaling daripada Tuhan. Hasil dari buah keirihatian adalah segala hal yang jahat dan segala hal yang dapat membingungkan orang lain, dan tidak mendatangkan kebaikan.
Perasaan iri hati akan membuat diri kita kehilangan rasa damai sejahtera dan rasa sukacita. Kitab Amsal 14:30 berbunyi, “Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang.” Meskipun tulang terlindungi oleh daging dan kulit, perasaan iri hati justru dapat masuk ke dalam dan membuat tulang menjadi busuk. Artinya, iri hati mempunyai akibat langsung terhadap jiwa kita secara emosional.
Alkitab memberikan sebuah kisah nyata tentang bahayanya perasaan iri hati. Kitab 1 Samuel 18 menceritakan tentang peristiwa saat Daud kembali sesudah ia mengalahkan Goliat. Saat itu, Daud hanyalah seorang anak muda, tetapi perempuan-perempuan dari segala kota Israel menari-nari dan menyanyi berbalas-balasan, katanya “Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa.”
Bagi Saul, kemenangan Israel atas Goliat dan orang Filistin harusnya menjadi sebuah peristiwa yang membawa sukacita. Namun, rasa sukacita tersebut seakan hilang dan pudar setelah rasa iri hati merasuki diri Saul. Dalam hatinya, tidak ada lagi rasa sukacita maupun damai sejahtera. Hanya rasa amarah, rasa kesal, dengki dan rasa takut yang memenuhi hati raja Saul.
Selain itu, hendaknya kita juga berhati-hati di dalam perkataan. Sebab pujian bisa berubah menjadi sebuah jebakan. Mengapa demikian? Ketika kita memuji seseorang di depan orang lain, maka secara langsung, pujian tersebut akan meninggikan dia dibandingkan dengan orang lain di sekitarnya. Pernahkah kita memikirkan perasaan orang di sekitarnya ketika kita melontarkan pujian kepada seseorang? Bisa jadi rasa iri hati pada diri mereka mencuat, sama seperti raja Saul. Oleh karena itu, berhati-hatilah di dalam memberikan pujian. Lakukanlah dengan penuh pertimbangan dan jangan sampai pujian kita kepada yang satu justru memicu rasa iri hati pada orang lain.
Sesungguhnya, peristiwa amarah dan kedengkian raja Saul mengingatkan kita pada rasa iri hati yang timbul oleh karena pujian dan rasa cemburu terhadap keberhasilan Daud. Pada akhirnya, rasa iri hati tersebut perlahan-lahan merusak diri Saul secara pribadi dan membuat dirinya menjauh daripada Tuhan serta kehilangan rasa sukacita dan damai sejahtera yang dari Tuhan.