SAUH BAGI JIWA
“…dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati.” (Efesus 5:19)
“…dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati.” (Efesus 5:19)
Musik pertama kali muncul dalam sejarah umat manusia dalam cakupan yang sama sekali berbeda. Dalam Kejadian pasal 4, setelah Kain membunuh Habel, adiknya, ia pergi dari hadapan Allah. Di kemudian hari, dari keturunan Kain lahirlah Yubal, yang menjadi bapa dan penemu alat-alat musik (Kej 4:21). Jadi, musik dan alat-alat musik pada awalnya tidak ada hubungannya dengan memuji atau menyembah Allah. Musik semata-mata bertujuan untuk menyenangkan dan menenangkan manusia.
Ketika bangsa pilihan pada akhirnya tiba di tepi timur Sungai Yordan, Allah memberitahukan Musa untuk menyuruh mereka untuk tidak mempersembahkan korban di sembarang tempat setelah mereka memasuki tanah perjanjian. Tetapi siapa menyangka, itu semua berjalan ke arah yang berbeda? Masa 400 tahun pemerintahan hakim-hakim diakhiri dengan ungkapan: “Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel; setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri.”
Selama itu, Allah menyertai bangsa Israel dan ingin menjadi Raja mereka untuk menuntun mereka. Tetapi umat-Nya tidak mempunyai raja dalam hati mereka. Walaupun mereka tetap datang tiga kali setahun di hari-hari raya untuk menyanyi, menari, dan bersukacita, perbuatan-perbuatan ini tidak lagi diarahkan bagi Allah (Hak 21:19-25). Sebaliknya, mereka semata-mata menyenangkan perasaan hati mereka sendiri dan orang lain.
Di masa kehidupan Daud, barulah musik mendapatkan bentuk dan tujuan yang sama sekali baru. Daud memainkan kecapi dengan hati yang melayani. Ia menggunakan musik kecapinya untuk mengusir roh yang mengganggu Saul. Jadi ia meningkatkan tujuan musik ke tingkat yang baru, yaitu untuk menyenangkan Allah dan memohon kuasa dari-Nya.
Setelah menjadi raja, Daud berkeinginan untuk membawa Tabut Perjanjian Allah ke Yerusalem. Namun usaha pertamanya gagal karena ia tidak mengikuti perintah Allah, yang menyatakan bahwa tabut harus ditangani oleh para imam dan dibawa oleh orang-orang Lewi. Melalui kejadian itu, Daud menyadari bahwa manusia tidak boleh mengedepankan pemikiran dan hikmatnya sendiri di atas prinsip-prinsip yang telah ditetapkan Allah.
Di usaha berikutnya, Daud telah belajar dan menggunakan cara yang layak untuk membawa tabut ke Yerusalem. Daud juga menunjuk beberapa orang Lewi untuk melayani tabut Allah, untuk memuliakan, bersyukur dan memuji Allah. Lalu mereka mendapat tugas untuk menciptakan lagu bagi Allah, dan bergantian memuji Dia (1Taw 25:1-31). Pada saat itulah paduan suara pertama-tama didirikan.
Hari ini, di dalam bersekutu dan memuji Tuhan, kita pun patut meneladani sikap suku Lewi di dalam memuji Tuhan. Kita adalah imamat yang rajani, Lewi rohani. Karena itu kita harus berhati-hati agar tidak menyanyikan pujian demi menyenangkan hati dan perasaan kita, tetapi untuk bersyukur dan memuji Allah. Lebih penting lagi, hati kita harus dikuduskan saat kita memuji-Nya. Apabila perhatian kita ada pada bersyukur dan memuji Allah dengan hati yang murni dan tulus, kehendak dan pikiran kita secara alami akan mengundurkan diri.
Ketimbang menggunakan cara-cara duniawi untuk membawa orang-orang kepada Allah, nyanyian dan pujian kita yang menyembah akan menyenangkan Allah, dan menarik hati mereka yang mencari Dia. Pada akhirnya, Roh Kudus akan menyentuh hati manusia yang terdalam dan membawanya ke dalam hadirat Allah.