SAUH BAGI JIWA
“Perbuatan daging telah nyata, yaitu…amarah.” (Galatia 5:19, 20)
“Perbuatan daging telah nyata, yaitu…amarah.” (Galatia 5:19, 20)
Amarah adalah perbuatan daging. Dalam suratnya kepada jemaat Galatia, rasul Paulus menempatkan amarah ke dalam kategori perbuatan daging. Dan hal tersebut diperingatkan oleh rasul Paulus bahwa barangsiapa melakukan hal-hal demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. Itu berarti amarah tidak diperkenan Tuhan, tidak menyenangkan hati-Nya. Jika kita terus-menerus dikuasai oleh amarah, ini adalah perbuatan daging.
Selain perbuatan daging, amarah juga adalah tanda dari kelemahan. Sang penulis Amsal menyebutkan, “Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan” atau terjemahan harfiah versi bahasa Inggrisnya, “orang yang lamban dalam amarah jauh lebih baik dibandingkan dengan orang yang perkasa” (Ams 16:32). Seorang pahlawan, atau seorang yang perkasa dapat dengan mudah merebut sebuah kota. Tetapi seseorang yang lamban dalam amarah, bersabar, sesungguhnya telah berhasil menguasai hati dan dirinya sendiri. Seseorang yang cepat terpancing emosinya dan mudah marah adalah orang yang lemah. Ia tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri.
Meskipun hati nurani kita tahu apa yang baik, tetapi pelaksanaannya kita seringkali gagal untuk menerapkan kebaikan itu dalam perilaku kita sehari-hari, yang salah satunya adalah amarah. Jika kita selalu diliputi oleh amarah, hal tersebut adalah kelemahan. Lemah berarti kita menuruti keinginan daging sehingga kerohanian kita menjadi tidak bertumbuh. Dan akibat dari menuruti keinginan daging adalah dosa.
Amarah bukanlah sesuatu yang baik. Namun, tidak berarti bahwa kita tidak diperbolehkan marah. Jika kita sedang marah, ingatlah beberapa hal berikut: 1) Lakukan dengan tidak meluap-luap sehingga memudahkan kita untuk mengendalikan amarah tersebut. Sebab dalam amarah yang tak terkendali, sangat sulit untuk menguasai perkataan yang akan keluar dari mulut kita, 2) Janganlah berbuat dosa. Saat kita sedang dipenuhi oleh amarah, sangat mudah untuk membenci dan melakukan sesuatu hal untuk melukai orang lain secara perasaan ataupun fisik, 3) Jangan menyimpannya dan memendamnya. Surat Efesus memberikan peringatan kepada kita, “Janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu.” Artinya, matahari tidak akan terbenam selama amarah kita belum padam! Kalimat ini boleh jadi sebuah kiasan, tetapi ayat ini mengingatkan kita untuk secepatnya memadamkan amarah, bahkan jauh sebelum matahari terbenam.
Jalur sungai tidak terbentuk hanya dalam waktu semalaman. Batu kerikil yang mulus tidak terkikis begitu saja hanya dalam waktu sekejap. Sama halnya, percekcokkan, pertikaian, perceraian tidak terjadi hanya dalam waktu semalam. Semuanya ini adalah akibat luapan dari amarah yang terus-menerus dan disimpan melewati matahari terbenam, hari demi hari dan waktu demi waktu. Dipendam sehingga akhirnya tidak tertahankan lagi, lalu meledak.
Hati-hatilah terhadap amarah. Biarkanlah amarah itu pergi berlalu. Jangan sekali-kali kita menggali masa lalu dan mengingat-ingat hal yang memancing kemarahan. Tuhan sendiri saja berkata bahwa Ia tidak mengingat-ingat dosa kita (Yes 43:25), lalu mengapa kita harus mengingat-ingat kesalahan yang diperbuat oleh pasangan, orangtua, anak, teman, saudara/i seiman kita? Di dalam kepahitan, sama sekali tidak ada kasih. Jika kita tidak memiliki hubungan baik dengan sesama kita, boleh jadi tanpa kita sadari hubungan kita dengan Tuhan juga sebenarnya bermasalah.