SAUH BAGI JIWA
“Tetapi sekarang kamu memegahkan diri dalam congkakmu, dan semua kemegahan yang demikian adalah salah.” (Yakobus 4:16)
“Tetapi sekarang kamu memegahkan diri dalam congkakmu, dan semua kemegahan yang demikian adalah salah.” (Yakobus 4:16)
Saat kita memegahkan diri sendiri, sesungguhnya kita sudah menyingkirkan Tuhan dari kehidupan kita. Memegahkan diri berarti kita tidak membutuhkan bantuan dari siapapun juga. Surat Yakobus 4:16 memperingatkan kita bahwa berbangga dalam kemegahan diri adalah salah.
Namun, jika kita menyelami surat Yakobus 4 lebih lanjut, ayat 13-16 menjelaskan tentang pedagang yang ingin mencari untung. Mengapa dikatakan bahwa pedagang tersebut “memegahkan diri dalam kecongkakannya”? Sebab tidak ada Tuhan di dalam perencanaannya. Oleh karena itu, rasul Yakobus kembali mengingatkan bahwa kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari. Bisa saja Tuhan berkehendak lain, bisa saja nyawa kita diambil esok hari.
Apa maksudnya “bermegah dalam kecongkakan”? Jika kita menggunakan cara kita sendiri dalam menjalani kehidupan, kemudian berbangga diri atas keberhasilan yang diperoleh, merasa bahwa itu semuanya tidak lain adalah hasil kerja keras, usaha dan kepandaian kita sendiri—inilah yang dinamakan “memegahkan diri dalam kecongkakan.” Dan hal tersebut adalah salah di mata Tuhan.
Kitab Mazmur 101:5 menjelaskan bahwa orang yang sombong dan tinggi hati, tidaklah disukai. Lalu bagaimana caranya supaya kita dapat merendahkan diri dan tidak lagi bermegah dalam kecongkakan?
Pertama, sadarilah bahwa Tuhan yang memberikan berkat dan karunia kepada kita. Seperti nasihat rasul Paulus kepada jemaat di Korintus, boleh jadi kita mempunyai karunia dan talenta. Namun, kita harus ingat, siapakah yang membuat kita berbeda dari yang lain? Pengetahuan, karunia, talenta dan kesempatan, semuanya berasal dari Tuhan. Jika kita menyadari hal tersebut, bagaimana mungkin kita dapat menjadi sombong?
Kedua, ketahuilah bahwa Tuhan memiliki kekuasaan absolut atas hidup kita. Ketika raja Nebukadnezar menyombongkan dirinya, Tuhan Allah merendahkan dirinya menjadi seperti binatang di padang. Sampai kepada titik ia mengakui bahwa “Yang Maha Tinggi berkuasa atas kerajaan manusia dan memberikannya kepada siapa yang dikehendakiNya,” akhirnya raja Nebukadnezar dikembalikan kepada akal budinya dan duduk kembali di atas tahtanya sambil memuji, meninggikan dan memuliakan Raja Sorga. Oleh karena Tuhan, seorang raja dari negara besar dan kuat dapat duduk di tahta pemerintah, siapakah manusia sehingga ia memegahkan kecongkakannya?
Ketiga, ingatlah bahwa kemuliaan adalah milik Tuhan. Berikanlah kemuliaan pada Tuhan. Seorang yang sombong justru mengingini segala kemuliaan bagi dirinya sendiri. Sang penulis Amsal menjelaskan, “Mengerti jalannya sendiri adalah hikmat orang cerdik” (Ams 14:8). Dengan kata lain, saat kita mengerti diri kita yang sesungguhnya, barulah kita dapat menjadi rendah hati. Teladanilah Kristus Yesus dengan segala kerendahan hati-Nya!
Keempat, berusahalah untuk bersosialisasi dengan orang yang mempunyai kedudukan lebih rendah dibandingkan dengan diri kita. Rasul Paulus memberikan nasehat agar jangan kita memikirkan perkara-perkara yang tinggi, sebab kita akan menjadi sombong. Tetapi bersosialisasilah juga dengan orang-orang yang berstatus lebih rendah. Dapatkah kita bergaul, makan bersama-sama, berjabat tangan dengan jemaat yang berkekurangan? Jangan sampai kita menganggap diri kita yang lebih utama dari yang lain.