SAUH BAGI JIWA
Di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini… kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia. (Filipi 2:15)
Di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini… kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia. (Filipi 2:15)
Ketika berada di tempat tinggi atau tempat yang gelap, kita dapat melihat bintang begitu jelas menghiasi malam. Dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, Rasul Paulus menasehati bahwa hendaknya anak-anak Tuhan menjadi seperti bintang di langit (Flp 2:15). Dalam dunia yang penuh kegelapan ini, apakah kita sudah menjadi terang? Hal ini tidak mudah. Seringkali, manusia menjadi bunglon yang menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.
Kitab 2 Tawarikh mencatat tentang sepasang suami istri yang mempertahankan imannya dari arus dunia. Mereka adalah Yosabat dan Imam Yoyada. Mereka hidup di tengah-tengah kejahatan Atalya, seorang ibu raja yang bukan hanya menyarankan anaknya – Raja Ahazia – untuk berbuat jahat, tetapi ia juga membinasakan semua keturunan raja Yehuda (2Taw 22:3-11). Mungkin pada saat Atalya berkuasa, pasangan yang saleh sulit ditemukan karena penyembahan kepada Tuhan tidak berjalan, serta bukit-bukit berhala bertebaran di mana-mana. Tetapi Yosabat dan Imam Yoyada adalah pasangan yang dapat kita teladani. Suami istri ini bersama-sama saling membangun dan mendukung di dalam iman untuk menghadapi tantangan yang ada.
Selain bersatu hati dengan istrinya dalam iman, Imam Yoyada juga membangkitkan kembali penyembahan kepada Allah (2Taw 24:14). Imam Yoyada menyadari kerusakan yang disebabkan oleh Atalya menghancurkan penyembahan umat kepada Allah. Padahal, penyembahan kepada Allah menjadi dasar bagi pertumbuhan iman umat. Kuasa kegelapan akan senantiasa berusaha membuat umat tidak beribadah, baik melalui penderitaan, perpecahan dan penganiayaan.
Pada hari ini, banyak hal dapat menghalangi kita untuk beribadah kepada Tuhan, mulai dari kesibukan dalam pekerjaan sampai maraknya berbagai tayangan hiburan di media sosial. Namun, kita harus ingat untuk tetap menyalakan api rohani dalam diri kita. Makna api secara rohani adalah semangat dalam beribadah seperti korban bakaran yang apinya harus terus menyala dari pagi sampai malam (Im 6:9, 12, 13).
Sebagai seorang imam, Yoyada mengurapi Yoas menjadi raja (2Raj 11:12). Imam Yoyada tidak ambisius terhadap kekuasaan seperti halnya Atalya, walaupun saat itu dia memiliki kesempatan besar untuk menjadi raja. Dia tidak tergila-gila pada kekuasaan, tetapi mempersiapkan generasi yang lebih muda untuk menjadi raja. Dalam Alkitab dicatatkan bahwa Imam Yoyada memberikan dua hal kepada Yoas, yaitu mahkota sebagai tanda menjadi raja dan Taurat, yaitu hukum Tuhan. Imam Yoyada mengajar Yoas sehingga ia dapat hidup benar di mata Tuhan (2Raj 12:2).
Pada hari ini, bagaimana kita dapat mempersiapkan generasi penerus? Kita dapat mendorong kelas-kelas pendidikan anak-anak, seperti kelas Sekolah Sabat, Sekolah Minggu, kelas musik hingga kelas pelatihan pengkhotbah agar generasi penerus kita memiliki iman yang benar kepada Tuhan. Tongkat estafet itu diberikan kepada kita bukan untuk dipegang oleh kita sendiri, namun untuk diteruskan kepada angkatan berikutnya. Dengan kata lain, ada proses untuk mendelegasikan tugas pelayanan Tuhan. Generasi penerus harus dididik agar dapat menerima tongkat estafet itu.
Pada hari ini, di tengah angkatan yang bengkok ini, jangan sampai api semangat ibadah kita kepada Tuhan menjadi padam. Api rohani dalam diri kita ini harus terus menyala sehingga iman kita dapat bertumbuh. Kita harus mempersiapkan generasi penerus sebaik-baiknya agar dapat melanjutkan pelayanan kita, mempertahankan kebenaran dalam gereja dan memajukan gereja-Nya.