SAUH BAGI JIWA
“Kish, ayah Saul itu, kehilangan keledai-keledai betinanya. Sebab itu berkatalah Kish kepada Saul, anaknya:”Ambillah salah seorang bujang, bersiaplah dan pergilah mencari keledai-keledai itu.” (1 Samuel 9:3)
“Kish, ayah Saul itu, kehilangan keledai-keledai betinanya. Sebab itu berkatalah Kish kepada Saul, anaknya:”Ambillah salah seorang bujang, bersiaplah dan pergilah mencari keledai-keledai itu.” (1 Samuel 9:3)
Kish, seorang suku Benyamin, adalah orang yang berada. Entah bagaimana, ia kehilangan keledai-keledai betinanya. Ia menyuruh Saul, anaknya, pergi mencari ternak yang hilang itu. Kita tentu ingat dengan perumpamaan domba yang hilang. Meskipun hanya seekor yang hilang, si gembala berusaha keras untuk menemukannya. Ia meninggalkan 99 ekor itu di padang gurun dan pergi mencari yang seekor itu.
Gehazi, bujang nabi Elisa memiliki pandangan yang luas. Elisa ingin membalas kebaikan perempuan Sunem yang telah menyediakan tumpangan baginya. Kemudian berkatalah Elisa: “Apakah yang dapat kuperbuat baginya?” Jawab Gehazi: “Ah, ia tidak mempunyai anak, dan suaminya sudah tua.” (2Raj 4:12-14). Gehazi memperhatikan banyak hal saat ia mengikuti Nabi Elisa. Bahkan, ia bersikap hati-hati untuk menjaga kekudusannya (lihat 2Raj 4:27). Saat Elisa menyuruh Gehazi pergi ke Sunem, ia segera berangkat (2Raj 4:29,31). Ia menaati perintah Elisa. Ia tidak takut menderita. Sayangnya, bujang Elisa ini tidak memiliki rasa cukup. Ia mengejar Naaman untuk menerima sesuatu dari panglima Aram itu (2Raj 5:20,24).
Umat Tuhan mungkin mempunyai banyak kebaikan dalam dirinya: rajin beribadah, rendah hati, mau bekerja keras dan sebagainya. Namun, umat yang sama juga mungkin masih memiliki kekurangan: memandang bulu dalam kehidupan bergereja (Yak 2:1-4), bersikap kasar terhadap anggota keluarganya dan lain-lain. Umat Allah bisa memiliki “99 kebaikan”. Namun, jika masih hilang satu karakter yang baik, sebagai anak-anak Allah kita harus berusaha mengejarnya.
Saul berkata kepada bujangnya, “Mari, kita pulang. Nanti ayahku tidak lagi memikirkan keledai-keledai itu, tetapi kuatir mengenai kita.” Tetapi bujangnya berkata kepadanya: “Tunggu, di kota ini ada seorang abdi Allah, seorang yang terhormat; segala yang dikatakannya pasti terjadi.” (1Sam 9:5-6). Bujang Saul dapat membedakan abdi Allah yang terhormat, yang perkataannya pasti akan terjadi.
Kita harus memiliki kemampuan untuk mengetahui manakah abdi Allah yang terhormat itu. Kitab Ulangan menuliskan, “Jika sekiranya kamu berkata dalam hatimu: Bagaimanakah kami mengetahui perkataan yang tidak difirmankan TUHAN? – apabila seorang nabi berkata demi nama TUHAN dan perkataannya itu tidak terjadi dan tidak sampai, maka itulah perkataan yang tidak difirmankan TUHAN; dengan terlalu berani nabi itu telah mengatakannya, maka janganlah gentar kepadanya.” (Ul 18:21-22).
Paulus menyatakan kepada Timotius, “Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan. Mereka itu melarang orang kawin.” (1Tim 4:1, 3). Seperti bujang Saul, kiranya kita juga dapat membedakan mana abdi Allah yang terhormat dan mana yang sesat.
Bujang itu berkata kepada Saul, “Masih ada padaku seperempat syikal perak; itu dapat aku berikan kepada abdi Allah itu, maka ia akan memberitahukan kepada kita tentang perjalanan kita.” (1Sam 9:8). Bujang itu rela mengorbankan miliknya. Saul tidak meminta, namun bujangnya rela mengorbankan miliknya.
Pada zaman Tuhan Yesus, ada pula tokoh-tokoh demikian: perempuan yang mempersembahkan minyak narwastu yang sangat mahal harganya; Nikodemus; Yusuf, orang Arimatea, yang mengorbankan kubur miliknya untuk pemakaman Yesus. Kita berharap saat ini ada juga orang-orang yang rela berkorban demi tujuan yang berharga.