SAUH BAGI JIWA
“Lalu TUHAN menampakkan diri kepadanya serta berfirman: “Janganlah pergi ke Mesir, diamlah di negeri yang akan kukatakan kepadamu.”” (Kejadian 26:2)
“Lalu TUHAN menampakkan diri kepadanya serta berfirman: “Janganlah pergi ke Mesir, diamlah di negeri yang akan kukatakan kepadamu.”” (Kejadian 26:2)
“Lalu firman-Nya: “Akulah Allah, Allah ayahmu, janganlah takut pergi ke Mesir, sebab Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar di sana. Aku sendiri akan menyertai engkau pergi ke Mesir dan tentulah Aku juga akan membawa engkau Kembali; dan tanganlah Yusuflah yang akan mengatupkan kelopak matamu nanti.”” (Kej 46:3-4).
Kitab Kejadian mencatat dua pernyataan Allah yang nampaknya berbeda mengenai pergi ke Mesir. Kepada Ishak, Allah berfirman: “Janganlah pergi ke Mesir.” Kepada Yakub, Allah sebaliknya mengatakan, “Akulah Allah, Allah ayahmu, janganlah takut pergi ke Mesir.” Ditegaskan bahwa Allah (YHWH) adalah Allah yang disembah oleh ayah Ishak. Allah yang sama berbicara hal yang berbeda kepada ayah dan anak. Kita yang membaca kedua catatan Alkitab ini seharusnya tidak menjadi bingung, sebab Allah dengan jelas berfirman, “Aku sendiri akan menyertai engkau pergi ke Mesir dan tentulah Aku juga akan membawa engkau kembali.”
Asalkan Allah menyertai, kita dapat pergi ke mana saja. Sebaliknya, ke mana pun kita akan pergi, jika Allah tidak menyertai, maka perjalanan itu tidak akan berhasil. Kita harus mempertimbangkan lagi atau bahkan, jika perlu, membatalkannya.
Alkitab mencatat: “Dan keesokan harinya bangunlah mereka pagi-pagi hendak naik ke puncak gunung sambil berkata: “Sekarang kita hendak maju ke negeri yang difirmankan TUHAN itu; memang kita telah berbuat dosa.” Tetapi kata Musa: “Mengapakah kamu hendak melanggar titah TUHAN? Hal itu tidak akan berhasil. Janganlah maju, sebab TUHAN tidak ada di tengah-tengahmu, supaya jangan kamu dikalahkan oleh musuhmu.” Meskipun demikian, mereka nekat naik ke puncak gunung itu. Tabut perjanjian TUHAN dan Musa tidak meninggalkan tempat perkemahan. Lalu, turunlah orang Amalek dan orang Kanaan yang mendiami pegunungan itu dan menyerang mereka; kemudian orang orang itu mencerai-beraikan mereka sampai Horma (Bil 14:40-42,44-45). Tanpa Allah pastilah kita kalah.
Pada saat itu, umat Israel bersungut-sungut, “Mengapakah TUHAN membawa kami ke negeri ini, supaya kami tewas oleh pedang, dan istri serta anak-anak kami menjadi tawanan? Bukankah lebih baik kami pulang ke Mesir. Dan mereka berkata seorang kepada yang lain: “Baiklah kita mengangkat seorang pemimpin, lalu pulang ke Mesir.” (Bil 14:3-4). Orang Israel ingin pulang ke Mesir.
Kesulitan hidup di padang gurun melambangkan permasalahan hidup di zaman pandemi ini. Umat Israel menemui air yang pahit (Kel 15:22-23). Bahkan, saat mereka tiba di Rafidim, mereka tidak menemukan air sama sekali (Kel 17:1). Di Rafidim itu pula orang-orang Amalek datang menyerang (Kel 17:8). Kehidupan umat Tuhan kadang mengalami kepahitan. Bahkan, sudah jatuh tertimpa tangga: Ketika usaha kita sedang mengalami kemacetan, tiba-tiba ditambah dengan anggota keluarga yang silih berganti sakit.
Dalam situasi ini, ada umat Tuhan yang ingin kembali ke Mesir. Mereka ingin kembali ke kehidupan yang lama. Bukannya mencari Tuhan, ketika sakit mereka malah berobat ke dukun atau mencari orang pintar. Karena ingin usahanya maju, mereka pergi mencari berhala. Yakub berkata, “Kemudian berpesanlah Yakub kepada mereka: “Apabila aku nanti dikumpulkan kepada kaum leluhurku, kuburkanlah aku di sisi nenek moyangku dalam gua yang di ladang Efron, orang Het itu, untuk menjadi kuburan milik.” (Kej 49:29). Yusuf pun berlaku sama: “Lalu Yusuf menyuruh anak-anak Israel bersumpah, katanya: “Tentu Allah akan memperhatikan kamu; pada waktu itu kamu harus membawa tulang-tulangku dari sini.” (Kej 50:25).
Bila Allah menyertai, kita bisa pergi ke “Mesir”. Namun, janganlah pergi ke sana tanpa Allah. Kesulitan hidup jangan sampai membawa kita kembali ke Mesir, yaitu kehidupan kita yang lama dalam dosa. Bertekadlah untuk meninggalkan Mesir dan masuk ke negeri perjanjian rohani.