SAUH BAGI JIWA
“Kemudian berkatalah Saul: “Beginilah kamu katakan kepada Daud: Raja tidak menghendaki mas kawin selain dari seratus kulit khatan orang Filistin sebagai pembalasan kepada musuh raja.” Saul bermaksud untuk menjatuhkan Daud dengan perantaraan orang Filistin.” (1 Samuel 18:25)
“Kemudian berkatalah Saul: “Beginilah kamu katakan kepada Daud: Raja tidak menghendaki mas kawin selain dari seratus kulit khatan orang Filistin sebagai pembalasan kepada musuh raja.” Saul bermaksud untuk menjatuhkan Daud dengan perantaraan orang Filistin.” (1 Samuel 18:25)
Kitab 1 Samuel 18 menuliskan empat aspek yang berkaitan dengan pernikahan. Pertama, peran orangtua. Saul berkata kepada Daud, “Ini dia anakku perempuan yang tertua, Merab; dia akan kuberikan kepadamu menjadi istrimu, hanya jadilah bagiku seorang yang gagah perkasa dan lakukanlah perang TUHAN.” Sebab pikir Saul: “Janganlah tanganku memukul dia, tetapi biarlah ia dipukul oleh tangan orang Filistin.” (1Sam 18:17). Tetapi ketika tiba waktunya untuk memberikan Merab kepada Daud, ternyata Saul memberikan anak sulungnya itu kepada Adriel, orang Mehola, menjadi istrinya (1Sam 18:19).
Lukas menuliskan,” …[A]nak Enos, anak Set, anak Adam, anak Allah.” (Luk 3:38). Allah sebagai “orangtua” Adam memiliki peran sentral dalam pernikahan yang pertama di bumi ini. Melalui Paulus, Allah memberitahukan kepada kita, khususnya dalam status kita sebagai orangtua, “Istri terikat selama suaminya hidup. Kalau suaminya telah meninggal, ia bebas untuk kawin dengan siapa saja yang dikehendakinya, asal orang itu adalah seorang yang percaya.” (1Kor 7:39). Jadilah orangtua yang bijak dalam pernikahan anak-anak kita sehingga kita beroleh menantu dari umat yang percaya Tuhan Yesus.
Kedua, peran perantara. Saul memerintahkan para pegawainya, “Katakanlah kepada Daud dengan diam-diam, demikian: sesungguhnya, raja suka kepadamu dan para pegawainya mengasihi engkau; maka sebab itu, jadilah engkau menantu raja.” (1Sam 18:22). Lalu, para pegawai Saul menyampaikan perkataan itu kepada Daud (1Sam 18:23, juga ayat 24 dan 25). Ketika para pegawainya memberitahukan perkataan itu kepada Daud, maka setujulah Daud menjadi menantu raja (1Sam 18:26).
Lakon perantara adalah menjembatani dua pihak, yaitu pihak laki-laki dan perempuan. Dari catatan di atas, seorang perantara menyampaikan perkataan dari para pihak tanpa ditambahi dan tidak dikurangi. Para pegawai Saul memberitahukan kepada raja, katanya: “Demikianlah jawab yang diberi Daud.” (1Sam 18:24). Dengan demikian, pihak yang satu bisa memahami dengan benar dan tepat keinginan, sikap dan pandangan dari pihak yang lain.
Ketiga, mas kawin. Saul menghendaki mas kawin seratus kulit khatan orang Filistin. Bagian lain dari Alkitab mencatat tentang pernikahan umat Tuhan yang tidak menyinggung perihal mas kawin, misalnya pernikahan Boas dengan Rut dan pernikahan Daud dan Abigail.
Pada zaman sekarang, ketika keluarga pihak perempuan mengajukan permintaan mas kawin, hal itu tidak melanggar firman Tuhan. Namun, perempuan yang tidak meminta mas kawin juga tidak bertentangan dengan firman Allah. Permintaan mas kawin seharusnya jangan sampai menghambat pernikahan pasangan yang telah mantap menuju pintu pernikahan. Mas kawin bukanlah bentuk “penjualan” seorang perempuan kepada keluarga laki-laki.
Keempat, jatuh cinta. Alkitab menuliskan, “Tetapi Mikhal, anak perempuan Saul, jatuh cinta kepada Daud. Ketika hal itu diberitahukan kepada Saul, maka ia pun menyetujuinya.” (1Sam 18:20). Alkitab juga mencatat beberapa orang yang jatuh cinta: Simson jatuh cinta kepada Delila; Yakub cinta kepada Rahel. Sebaliknya, ada juga pernikahan yang tidak diawali dengan rasa jatuh cinta. “Lalu Ishak membawa Ribka ke dalam kemah Sara, ibunya, dan mengambil dia menjadi istrinya. Ishak
mencintainya dan demikian ia dihiburkan setelah ibunya meninggal.” (Kej 24:67). Demikian juga pernikahan Boas dan Rut (Rut 4:10,13). Entah diawali dengan jatuh cinta atau tidak, pernikahan tetap membutuhkan cinta setelah pasangan itu menjadi suami-istri (Ef 5:22-28).