SAUH BAGI JIWA
“Nama anaknya yang sulung ialah Yoel, dan nama anaknya yang kedua ialah Abia; keduanya menjadi hakim di Bersyeba. Tetapi anak-anaknya itu tidak hidup seperti ayahnya; mereka mengejar laba, menerima suap dan memutarbalikkan keadilan.” (1 Samuel 8:2-3)
“Nama anaknya yang sulung ialah Yoel, dan nama anaknya yang kedua ialah Abia; keduanya menjadi hakim di Bersyeba. Tetapi anak-anaknya itu tidak hidup seperti ayahnya; mereka mengejar laba, menerima suap dan memutarbalikkan keadilan.” (1 Samuel 8:2-3)
Samuel menjadi tua. Anak-anaknya juga menjadi semakin besar secara fisik. Ia mengangkat Yoel dan Abia sebagai hakim di Bersyeba, sebuah kota di selatan Israel. Dari kelakuan mereka, kelihatannnya jabatan imam tidak tepat bagi Yoel dan Abia. Syarat menjadi imam semestinya lebih ketat daripada menjadi hakim (Ams 20:11).
Kehidupan anak-anak yang berbeda dengan orangtua adalah hal yang biasa. Namun, hal yang menjadi masalah adalah jika si anak hidup menyimpang dari firman Allah. Hakim sepatutnya mengejar keadilan, bukan laba, seperti yang dilakukan oleh Yoel dan Abia. Hakim harus mau menerima kasus yang diajukan untuk diadili, bukannya menerima suap. Hakim dituntut untuk menegakkan keadilan, bukan memutarbalikkan keadilan.
Dua anak Samuel tinggal di kota yang sama. Mereka bisa saling tolong-menolong, mengingatkan dan menasihati. Penulis kitab Pengkhotbah mengatakan, “Berdua lebih baik daripada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka. Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya.” (Pkh 4:9-10). Sayangnya, terkadang berdua tidak lebih baik daripada seorang diri.
Yusuf telah dibawa ke Mesir. Potifar, seorang Mesir, pegawai istana Firaun yang merupakan kepala pengawal raja, membeli Yusuf dari tangan orang Ismael yang telah membawanya ke sana. Yusuf seorang diri di Mesir. Ia bekerja di rumah Potifar. Yusuf itu manis sikapnya dan elok parasnya sehingga istri tuannya dari hari ke hari membujuk Yusuf untuk tidur di sisinya dan bersetubuh dengan dia. Yusuf menolaknya dan ia tidak terjebak (Kej 39:1,6,10). Berbeda dengan Yoel dan Abia, Yusuf hanya seorang diri.
Dari penjara, Yusuf yang difitnah oleh istri Potifar akhirnya menghadap Firaun (Kej 41:14). Pertemuan tersebut mengubah kehidupan Yusuf. Raja Mesir mengangkatnya menjadi mangkubumi (Kej 42:6). Kesulitan berganti dengan kemudahan. Penderitaan berubah menjadi kebahagiaan. Namun, Yusuf tetap bekerja sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Yusuf berumur 30 tahun ketika ia menghadap Firaun. Ia mengelilingi seluruh tanah Mesir untuk mengumpulkan segala bahan makanan dalam tujuh tahun kelimpahan sesuai dengan nubuat Allah. Yusuf mengumpulkan segala uang yang terdapat di tanah Mesir dan Kanaan, yakni uang pembayar gandum yang dibeli mereka. Ia membawa uang itu ke dalam istana Firaun (Kej 41:46,48; 47:14). Berbeda dengan Yoel dan Abia, Yusuf kendati hanya seorang diri tidak menjadi hamba uang dan tidak mengejar laba yang tidak halal.
Yusuf menyadari bahwa ia sesungguhnya tidak sendirian. Ia disertai Allah (Kej 39:2,21). Di sisi lain, ada sekelompok orang yang berusaha menyingkirkan Allah dari kehidupan mereka (lihat Kel.5:2). Hal itulah yang membuat mereka jatuh ke dalam dosa, bahkan secara bersama-sama. Semestinya berdua itu lebih baik daripada seorang diri jika Allah ada di dalam diri kedua orang itu. Tanpa Tuhan, entah sendirian atau bersama-sama tidak akan ada manfaatnya.